Selasa 22 Sep 2020 19:13 WIB

Rekor Baru di Tengah Pembahasan Redefinisi Kematian Covid-19

Atas usulan Jatim, pemerintah tengah membahas redefinisi kematian Covid-19.

Petugas memakamkan jenazah COVID-19,  di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Selasa (8/9/2020). Petugas administrasi TPU Pondok Ranggon mengatakan saat ini jumlah makam yang tersedia untuk jenazah dengan protokol COVID-19 tersisa 1.069 lubang makam, dan diperkirakan akan habis pada bulan Oktober apabila kasus kematian akibat COVID-19 terus meningkat.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Petugas memakamkan jenazah COVID-19, di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Selasa (8/9/2020). Petugas administrasi TPU Pondok Ranggon mengatakan saat ini jumlah makam yang tersedia untuk jenazah dengan protokol COVID-19 tersisa 1.069 lubang makam, dan diperkirakan akan habis pada bulan Oktober apabila kasus kematian akibat COVID-19 terus meningkat.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Dadang Kurnia, Rr Laeny Sulistyawati

Jumlah harian kematian akibat Covid-19 di Indonesia pada Selasa (22/9) mencatatkan rekor. Satgas Penanganan Covid-19 melaporkan ada 160 kasus kematian dalam 24 jam terakhir.

Baca Juga

Angka ini menjadi yang tertinggi sejak pandemi melanda awal Maret lalu. Jumlah kematian tertinggi sebelumnya tercatat pada 22 Juli dengan 139 orang meninggal dunia dalam satu hari.

Berdasarkan data yang dirilis pemerintah, angka kematian terbanyak hari ini disumbangkan oleh Jawa Tengah (Jateng) dengan 42 orang meninggal dunia. Menyusul kemudian DKI Jakarta dengan 30 orang meninggal dunia dan Jawa Timur (Jatim) dengan 25 kasus kematian dalam 24 jam terakhir.

Di sisi lain, ada penambahan kasus konfirmasi positif Covid-19 sebanyak 4.071 orang dalam satu hari terakhir. Angka ini semakin mengukuhkan tren kasus harian yang semakin menanjak naik dengan rata-rata 4.000-an kasus baru per hari.

Di tengah tercetaknya rekor baru kematian Covid-19 di Tanah Air, belakangan muncul usulan mengenai perubahan definisi kematian akibat Covid-19 diajukan oleh Pemprov Jatim bersama dengan Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim.

Menurut Ketua Tim Kuratif Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur dr. Joni Wahyudi, perlu ada pelurusan mengenai pemberian status kematian akibat Covid-19. Ia berpendapat harus ada perbedaan klasifikasi meninggal dunia seperti standar badan kesehatan dunia (WHO).

"Usulan kita kalau melihat di pengisian sistem online Kementerian Kesehatan, jadi angka kasus bukan berdasarkan rantai kasus sesuai WHO, namun kriteria saat Covid-19 pasien meninggal ini dicap negatif, probable dan confirm," ujar Joni.

Pedoman WHO yang ditunjukkan Joni, dokter mencatat sejak awal penyebab pasien meninggal mulai masuk kategori suspect. Gejala yang dirasakan direkam, termasuk memastikan penyakit penyertanya. Kemudian dipastikan ada pneumonia atau tidak, barulah ditentukan menentukan penyebab kematiannya.

"Definisi kematian karena Covid-19 untuk tujuan pengawasan sebagai kematian yang kompatibel secara klinis dalam kasus Covid-19 yang suspect atau probable," ujarnya.

Joni memandang pasien suspect tidak selalu kematiannya dikatakan karena Covid-19. Sebab, suspect masih perlu pemeriksaan laboratorium, seperti tes klinisnya, toraks fotonya, riwayat kontaknya dengan pasien terkonfirmasi, hingga gejalanya.

Pasien berstatus suspect maupun terkonfirmasi baru bisa dikatakan meninggal dunia karena Covid-19 jika disebabkan gagal nafas. Namun, bila ada penyebab kematian lainnya tidak dapat dikaitkan dengan Covid-19.

Ia mencontohkan pasien kecelakaan, saat dites swab positif Covid-19, kemudian meninggal dunia. Tidak bisa pasien tersebut dikatakan meninggal dunia akibat Covid-19.

"Harusnya bukan (masuk kematian akibat) Covid-19," kata dia.

Kondisi yang sama juga terjadi pada penyakit lainnya. Misalkan kanker kronis kemudian meninggal dunia. Setelah di tes swab juga hasilnya positif Covid-19.

"Ini bukan Covid-19. Tapi karena kanker. Ini harus dihitung secara independen yang diduga memicu perjalanan Covid-19,” ujarnya.

Atas usulan Jatim, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengaku masih membahasnya. Kemenkes tak mau berkomentar banyak mengenai masalah ini.

"Masih dibahas," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto saat dihubungi Republika, Selasa (22/9).

Ditanya mengenai hal-hal yang menjadi pertimbangan Kemenkes misalnya standar dari WHO, Yuri tak mau berkomentar banyak. Menurutnya, masalah ini dibahas di instansinya.

"Saya juga sedang rapat di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," katanya.

Sementara itu, Staf Ahli Kementerian Kesehatan bidang Ekonomi Kesehatan Muhammad Subuh juga enggan berkomentar.

"Silakan hubungi Biro Komunikasi Kemenkes," ujarnya.

Padahal sebelumnya, dalam berita yang diunggah oleh laman Kemenkes.go.id pada Kamis (17/9) pekan lalu, Subuh membenarkan bahwa, pemerintah tengah berupaya mengubah definisi angka kematian akibat Covid-19 menjadi hanya akibat virus Corona dan mencoret akibat penyakit penyerta.

"Penurunan angka kematian harus kita definisikan dengan benar, meninggal karena Covid-19 atau karena adanya penyakit penyerta sesuai dengan panduan dari WHO," kata Subuh.

Adapun, Satgas Penangan Covid-19 memastikan belum akan mengubah definisi kematian akibat Covid-19. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menjelaskan bahwa sejak awal pandemi Indonesia mengikuti tata cara pencatatan kematian yang diterapkan WHO.

Regulasi mengenai pencatatan kematian akibat Covid-19 ini pun dituangkan dalam Keputusan Menkes nomor HK 01.07/413 tahun 2020. Prinsipnya, ujar Wiku, kasus kematian yang dilaporkan adalah kasus konfirmasi atau probable Covid-19, termasuk penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan sindrom distres pernapasan akut (ARDS) dengan gambaran klinis yang meyakinkan Covid-19. Kendati belum memiliki hasil pemeriksaan lab RT-PCR, maka pasien tersebut tetap perlu dilaporkan.

"Pada saat ini pemerintah Indonesia belum ada wacana untuk melakukan perubahan seperti yang diusulkan oleh Gubernur Jawa Timur," kata Wiku dalam keterangan pers di kantor presiden, Selasa (22/9).  

Wiku menambahkan, definisi mengenai kematian akibat Covid-19 dan sistem pencatatannya berbeda-beda di sejumlah negara. Amerika Serikat (AS) misalnya, melakukan metode pencatatan kematian Covid-19 yang sama dengan Indonesia. AS menghitung kematian akibat Covid-19 meliputi kasus probable dan suspect.

"Mereka (AS) membedakan dalam pengkategorisasian pencatatannya. Sedangkan contoh lain, Inggris, hanya memasukkan pasien yang terbukti positif Covid-19 melalui tes dalam pencatatan kematian," kata Wiku.

photo
Provinsi Prioritas Penanganan Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement