Selasa 22 Sep 2020 18:45 WIB

Polri Tegaskan Bakal Hadir di Praperadilan Bonaparte 

Penundaan sidang di praperadilan sudah jamak dan bukan berarti kasusnya dihentikan.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Kapolri Jenderal Idham Azis (kiri) dan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter Polri) Irjen Pol Napoleon Bonaparte (kanan).
Foto: Dok. Pol
Kapolri Jenderal Idham Azis (kiri) dan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter Polri) Irjen Pol Napoleon Bonaparte (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono mengakui, pihaknya tidak menghadiri sidang permohonan gugatan praperadilan yang diajukan mantan Kadiv Hubungan Internasional Irjen Pol Napoleon Bonaparte di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (21/9). Ia menampik, anggapan ketidakhadiran Bareskrim Polri karena tidak siap.

"Kita bukan masalah siap atau tidak siap, tapi penyidik perlu koordinasi dengan tim dan tim itu tidak hanya dari penyidik saja," ujar Awi saat ditemui di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (22/9).

Dikatakan Awi, penundaan sidang di praperadilan sudah jamak dan bukan berarti kasusnya dihentikan. Menurutnya, ditunda atau tidak hadir pada sidang praperdilan kemarin bukan berarti pihak Bareskrim tidak memiliki bukti yang cukup dalam kasus penghapusan red notice milik Djoko Tjandra. 

Awi juga memastikan, pihaknya bakal hadir di sidang praperadilan selanjutnya pada tanggal 28 September 2020 mendatang. "Nanti panggilan berikutnya akan datang. Sidang praperadilan ini pasti akan kita hadapi, yang waktu praperadilan ADK (Anita Dewi Kolopaking) dulu begitu juga," tegas Awi.

Sebelumnya akibat tidak hadirnya termohon, Bareskrim Polri, sidang permohonan gugatan praperadilan yang diajukan mantan Kadiv Hubungan Internasional Irjen Pol Napoleon Bonaparte ditunda. Dalam sidang itu telah pihak pemohon yakni Irjen Pol Napoleon Bonaparte didampingi dua kuasa hukumnya Gunawan Raka dan Putri Maya Rumanti. 

"Apabila tidak hadir, harapan kami haknya termohon ditiadakan sidang tetap dilanjutkan dengan agenda pembacaan dengan pembuktian dan segalanya, jadi kita tidak bisa tergantung pada termohon karena termohon tidak hadir sidang menjadi tertunda-tunda," kata Gunawan, seperti diberitakan Republika.co.id. 

Bareskrim Polri menetapkan Bonaparte dan Kepala Korwas PPNS, Brigjen Prasetijo Utomo sebagai tersangka penerima suap dalam kasus penghapusan terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra dari daftar red notice. Kemudian juga menetapkan Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi sebagai tersangka pemberi suap.

Napoleon dan Tommy Sumardi ditetapkan sebagai tersangka setelah tim penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dir Tipikor) Bareskrim Polri melakukan gelar perkara. Kemudian dari penetapan tersangka tersebut, polisi turut menyita sejumlah barang bukti berupa uang senilai 20 ribu dolar, surat, handphone, laptop dan kamera CCTV. 

Kemudian Napoleon dan Prasetijo Utomo, selaku tersangka penerima suap, dikenakan pasal 5 ayat 2, lalu pasal 11 dan 12 huruf a dan b UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Tipikor dan pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara. Sementara Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi selaku pemberi suap dikenakan pasal 5 ayat 1, dan pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 20O2 tentang Tipikor, juncto pasal 5 KUHP. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement