Senin 21 Sep 2020 23:40 WIB

Kisah Bertahan Hidup Mualaf Imigran Suriah di Kamp Pengungsi

Mualaf di kamp pengungsian Suriah Yordania mengalami kesulitan hidup.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nashih Nashrullah
Mualaf di kamp pengungsian Suriah Yordania mengalami kesulitan hidup.  Ilustrasi kamp pengungsi suriah
Foto: Reuters
Mualaf di kamp pengungsian Suriah Yordania mengalami kesulitan hidup. Ilustrasi kamp pengungsi suriah

REPUBLIKA.CO.ID, Hannah Keeling, mengungkapkan kelelahannya atas diskriminasi dan penghinaan rasial yang diterimanya. Wanita 23 tahun yang memutuskan masuk Islam tahun lalu ini mengatakan terpaksa merahasiakan keyakinannya untuk menghindari ujaran kebencian tersebut.

Melalui unggahan di media sosialnya, Hannah mencoba menarik perhatian tentang kisah penderitaan yang dialami para imigran Suriah di kamp-kamp pengungsi di Yordania. 

Baca Juga

Namun, statusnya sebagai Muslim membuatnya merasa harus mencoba untuk menghentikan ketidaktahuan atas agamanya di manapun, di sekitarnya terlebih dulu. 

Dalam videonya, Hannah menceritakan sedikit ketakutan dan hinaan yang dia terima karena berhijab. Dia juga mengatakan sedikit sepenggal diskriminasi yang harus diterima para Muslim hanya karena keyakinan agama mereka.

"Saya hanya tidak memposting dengan hijab saya karena saya tahu saya akan menerima kebencian," katanya yang dikutip di Mirror, Senin (21/9). "Sebelumnya saya biasa memakai syal, dan saya sering didekati  orang-orang yang mengatakan hal-hal gila," kata dia.

Hannah sekarang telah bergabung dengan Ration Challenge dan ingin berbagi pengalamannya. Dia dikirimi sekotak makanan yang akan dimakan para pengungsi dan diberi opsi untuk menambahkan hanya beberapa barang tambahan.

Namun hal yang mengejutkan adalah, dia tidak bisa minum apa pun selain air. Semua yang harus dipilih Hannah selama tujuh hari tak lebih dari beras, minyak goreng, buncis, lentil, tepung, dan tahu.

"Hari pertama saya makan satu kali yaitu nasi, kacang-kacangan dan saya tambahkan bumbu. Makanannya tidak terlalu buruk, tapi itu bukan sesuatu yang akan saya pilih untuk dimakan secara tiba-tiba," kata dia.

"Rasanya sangat hambar dan tidak membantu bahwa saya juga memasak untuk putri saya. Tapi itu dimaksudkan hanya untuk membantu bertahan hidup dan menjadi agak bergizi," ujarnya menambahkan.

Dalam video itu, Hannah menyebutkan beberapa menu makanan yang disajikan bagi para pengungsi Muslim. Mulai dari makanan yang dingin, terlalu gosong, atau bahkan belum terlalu matang.

"Saya makan makanan dingin untuk makan siang dan dengan roti pipih, satu sangat gosong, yang lain dimasak ringan," kata dia.

"Keesokannya, nasi goreng muncul lagi meskipun kali ini tidak "terlalu digoreng"," ujarnya.

Menjelang akhir pekan dan jatah makanan sangat sedikit, Hannah terpaksa tidak makan apapun selain nasi untuk makan siang dan makan malam. "Itu menantang. Saya bisa saja menyerah, tubuh saya masih menyesuaikan dengan berbagai cara dan itu hanya seminggu. Saya sering sakit kepala setiap hari," jelasnya. "Ini menyadarkan saya akan penderitaan pengungsi," kata dia.

Sumber: https://www.mirror.co.uk/news/uk-news/mum-23-who-converted-islam-22714262

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement