Ahad 20 Sep 2020 08:34 WIB

China akan Balas AS Jika TikTok dan WeChat Dilarang

China akan melindungi hak dan kepentingan perusahaan China TikTok dan WeChat.

Kekhawatiran pencurian data lewat aplikasi TikTok buat Amazon perintahkan karyawannya menghapus aplikasi TikTok dari ponselnya.
Foto: AP
Kekhawatiran pencurian data lewat aplikasi TikTok buat Amazon perintahkan karyawannya menghapus aplikasi TikTok dari ponselnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah China menyiapkan tindakan balasan terhadap pemerintah Amerika Serikat yang melarang aplikasi buatan China di AS. AS melarang berbagi video TikTok dan aplikasi pembayaran elektronik dan media sosial WeChat.

Kalau AS tetap bertahan, China akan mengambil tindakan balasan yang diperlukan untuk melindungi hak dan kepentingan yang sah dua perusahaan China itu. Hal ini disampaikan Kementerian Perdagangan China (Mofcom) yang beredar di sejumlah media setempat, Ahad.

Baca Juga

Presiden AS Donald Trump melarang warganya menggunakan dua aplikasi buatan China tersebut per 20 September 2020. Larangan tersebut secara serius merusak hak perusahaan dan mengganggu tatanan pasar, demikian menurut Mofcom dikutip China Daily.

Mofcom menilai keputusan AS tidak berdasar dan dapat merusak kepercayaan investor internasional yang hendak berinvestasi di sana.

"Kami kecewa atas keputusan tersebut dan aplikasi ini diblokir bagi pengunduh baru mulai Ahad serta aplikasi ini dilarang mulai 12 November. Di AS kami punya komunitas pengguna TikTok sebanyak 100 juta karena ini telah menjadi tempat hiburan, ekspresi pribadi, dan menjalin koneksi," demikian manajemen TikTok perwakilan AS dikutip Xinhua.

Kementerian Perdagangan AS, Jumat (18/9), mengeluarkan keputusan bahwa aplikasi TikTok sudah tidak bisa ditemukan lagi di Apple Store dan Googgle Pay mulai Ahad (20/9). Kemudian mulai 12 November 2020, TikTok dan WeChat akan dilarang di negara adidaya itu.

Sebelumnya TikTok berhasil merangkul perusahaan data internet asal AS Oracle. Saat ini kesepekatan kedua perusahaan tersebut sedang menunggu persetujuan dari otoritas di China dan AS.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement