Kamis 17 Sep 2020 17:36 WIB

Abah Alwi, Sang Wartawan yang Cinta Bersedekah

Setiap Jumat, Abah Alwi rutin memberi sedekah kepada anak-anak masjid.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Abah Alwi  , Alwi ShahabFoto Musiron/Republika
Foto: Musiron
Abah Alwi , Alwi ShahabFoto Musiron/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar duka kembali datang dari dunia jurnalistik, Wartawan Senior Republika, Alwi Shahab telah wafat pada usia 84 tahun. Abah Alwi, sapaan akrabnya juga dikenal sebagai Sejarawan Betawi.

Di rumahnya, tampak karangan bunga dari berbagai tokoh sepert Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Mantan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hidayar Nur Wahid, dan Sandiaga Uno.

Di depan jenazah, istri Abah Alwi, Syarifah Maryam (74 tahun) sedang membaca doa terakhir sebelum suaminya dikebumikan. Setelah membaca doa, sambil berjalan ke kursi, dia bercerita sosok Abah Alwi selama hidup.

"Orangnya baik, tanggung jawab sama anak. Sama anak enggak pernah marah. Enggak pernah mukul anaknya," kata Syarifah saat ditemui di kediaman Abah Alwi pada Kamis (17/9).

Abah bukan merupakan sosok yang romantis. Tapi ia dikenal dengan sosok dermawan. Setiap Jumat, ia rutin memberi sedekah kepada anak-anak masjid.

"Anak kecil sekitar umur 10 tahun setelah selesai shalat Jumat, rutin dikasih. Walaupun memang sedekahnya gak banyak. Dia bilang bawa uang bagus nanti dikasih (ke anak-anak). Dia kan dipanggil Abib. Pas Abah sakit, dicariin sama anak-anak," kata dia.

Pemimpin Redaksi PT Republika Media Mandiri, Irfan Junaidi mengungkapkan rasa berduka terhadap kehilangan sosok wartawan senior, Abah Alwi.

"Jadi kita terus terang kehilangan yang luar biasa atas sosok jurnalis yang teladan. Karena apa, sampai usia yang sudah menua saja, Abah tetap semangat untuk reportase. Ia semangat mencintai profesinya ini," kata dia.

Abah dikenal sebagai sosok yang supel, mudah bergaul dengan siapa saja termasuk para junior. Tulisan Abah juga sangat mendetail, digambarkan satu per satu dan mengambil banyak perspektif.

"Abah kaya sekali perspektif sehingga pembaca bisa melihat sendiri secara lebih utuh dan komperhensif. Kemudian Abah ini hafal tanggal tahun peristiwa-peristiwa penting pada saat menuliskan dicantumkan, sehingga datanya pun mejadi valid dan verified ya kita bisa belajar dari situ," kata dia.

Untuk tulisan terakhir yang Abah sumbangkan, Abah menulis tentang sejarah Gedung Bappenas yang di Menteng, Jakarta Pusat. Namun, untuk tulisan terakhir itu, Abah sudah tak cukup kuat kuat untuk menuliskan sendiri. Hingga akhirnya, dengan kemauan sendiri, Abah datang ke kantor Republika dan kisahnya diceritakan kembali kepada junior wartawan untuk dituliskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement