Kamis 17 Sep 2020 09:01 WIB

Short Sea Shipping Persulit Operator Penyeberangan

Saat ini angkutan penyebrangan di bawah Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Kendaraan memuruni kapal usai melakukan penyebrangan di Pelabuhan Bakauheni, Lampung, Kamis (2/5).
Foto: Republika/Prayogi
Kendaraan memuruni kapal usai melakukan penyebrangan di Pelabuhan Bakauheni, Lampung, Kamis (2/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Operator penyebrangan mengeluhkan kebijakan pemerintah yakni dengan menjalankan short sea shipping (SSS). Ketua DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo mengatakan kebijakan tersebut mempersulit operator angkutan penyebrangan.

Khoiri mengatakan dengan beroperasinya SSS maka memunculkan potensi lintasan yang berhimpit. "Ini terjadi karena perizinan yang dikeluarkan  dua direktorat dalam satu Kementerian Perhubungan tidak ada koordinasi," kata Khoiri dalam diskusi virtual, Rabu (17/9).

Baca Juga

Saat ini angkutan penyebrangan di bawah Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub. Sementara operasional yang dilakukan kapal di laut di bawah Ditjen Perhubungan Laut.

"Perizinan keduanya ini (Ditjen Perhubungan Darat dan Ditjen Perhubungan Laut) tanpa ada koordinasi dan batasan yang jelas dari sisi jarak lintas dan spesifikasi kapal yang digunakan,"ungkap Khoiri.

 

Untuk itu, Khoiri menilai kebijakan tersebut justru berpotensi untuk saling membunuh antara lintasan yang dikeluarkan Ditjen Perhubungan Darat dan Ditjen Perhubungan Laut. Dia menuturkan, pelaku usaha lama dengan layanan puluhan tahun dibunuh pendatang baru yang regulasinya tidak seimbang.

"Banyak kebebasan tarif, jadwal, dan regulasi. Mau operasi atau tidak ya suka-suka saja. Sedangkan di perhubungan darat (untuk angkutan penyebrangan) sangat highly regulated," tutut Khoiri.

Untuk itu, Khoiri menegaskan perlu ketegasan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait izin operasi angkutan laut dan penyebrangan. Khoiri mengatakan regulator pemberi izin kapal berlayar harus di bawah satu direktorat jenderal perhubungan agar implementasi kebijakan di lapangan tidak ambigu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement