Rabu 16 Sep 2020 20:34 WIB

Menlu UEA ke Netanyahu: Terimakasih Telah Hentikan Aneksasi

Menlu UEA Shaikh Abudllah bin Zayed berterimakasih ke Netanyahu

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
 Presiden Donald Trump, tengah, dengan dari kiri, Menteri Luar Negeri Bahrain Khalid bin Ahmed Al Khalifa, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Abdullah bin Zayed al-Nahyan, selama upacara penandatanganan Kesepakatan Abraham di Halaman Selatan Gedung Putih, Selasa, 15 September 2020, di Washington.
Foto: AP/Alex Brandon
Presiden Donald Trump, tengah, dengan dari kiri, Menteri Luar Negeri Bahrain Khalid bin Ahmed Al Khalifa, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Abdullah bin Zayed al-Nahyan, selama upacara penandatanganan Kesepakatan Abraham di Halaman Selatan Gedung Putih, Selasa, 15 September 2020, di Washington.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) Abdullah bin Zayed al-Nahyan secara pribadi menyampaikan terima kasih kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Sebab, pemimpin Israel itu telah memilih perdamaian dan menghentikan aneksasi di wilayah Palestina.

"Yang Mulia, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri negara Israel, terima kasih telah memilih perdamaian, dan untuk menghentikan aneksasi wilayah Palestina," kata Nahyan menjelang penandatanganan perjanjian perdamaian bersejarah dengan Israel di Gedung Putih Amerika Serikat pada Selasa (15/9) waktu setempat, dilansir di Al-Arabiya, Rabu (16/9).

Baca Juga

Nahyan mengatakan, keputusan Israel ini memperkuat keinginan bersama untuk mencapai masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Di depan kerumunan ratusan orang di halaman Gedung Putih, Netanyahu menandatangani perjanjian dengan Nahyan dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif al-Zayani.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjadi tuan rumah agenda penandatanganan itu. UEA dan Bahrain menandatangani perjanjian pada Selasa (15/9) untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Hal ini menjadikannya sebagai negara Arab pertama dalam seperempat abad yang menjalin kesepakatan dengan Israel.

Jauh sebelum UEA dan Bahrain, beberapa negara Timur Tengah telah lebih dulu menjalin hubungan dengan Israel. Bahkan Turki merupakan negara Muslim pertama yang mengakui Israel pada 1949. Kemudian disusul Iran yang menjalin hubungan diplomatik dan kerja sama yang erat dengan Israel pada 1950. 

Namun, setelah revolusi Imam Khomeini pada 1979, persahabatan Israel-Iran berubah menjadi permusuhan. 

Selain Turki dan Iran, Mesir menjalin hubungan diplomatik dengan Israel pada 1980 setelah Perjanjian Camp David. 

Keempat adalah Yordania, yang pernah menandatangani perjanjian dengan Israel pada 1994 dengan mediasi Presiden Amerika Serikat  Bill Clinton. Perjanjian ini membuka jalan untuk menutup hubungan perdagangan dan membuka beberapa titik penyeberangan di perbatasan bagi wisatawan.

Oman, negara anggota Liga Arab, meski tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Israel, tetapi kerja sama erat dan hubungan perdagangan antarkedua negara telah terjalin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement