Rabu 16 Sep 2020 06:04 WIB

Komisi VII DPR Ingin BPH Migas Atur Cadangan BBM Nasional

Cadangan BBM nasional sangat menakutkan kalau tidak sampai 60 hari

Komisi VII DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) M Fanshurullah Asa.
Foto: BPH Migas
Komisi VII DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) M Fanshurullah Asa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR mendorong agar Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) bisa mengatur dan menetapkan cadangan bahan bakar minyak (BBM) nasional. Komisi VII DPR menyoroti tugas BPH Migas itu yang sampai sekarang belum bisa dilaksanakan.

Hal itu mengemuka saat Komisi VII DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa. Agenda RDP membahas progres pembangunan infrastruktur gas pipa, progres digitalisasi SPBU sampai dengan triwulan kedua tahun 2020, progres BBM satu harga, dan lain-lain.

Rapat yang dilakukan dengan tatap muka dan virtual dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI H Eddy Soeparno SH MH bertempat di Ruang Rapat Komisi VII, Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (15/09).

"Cadangan (BBM) nasional kita hanya 20 hari, mestinya idealnya di atas 60 hari," ujar anggota Komisi VII DPR H Rudy Mas'ud saat memberikan tanggapan terhadap pemaparan Kepala BPH Migas.

Pada saat harga minyak turun beberapa waktu terakhir, ujar Rudy, harusnya menjadi momentum untuk meningkatkan kapasitas cadangan BBM nasional. Perbaikan tangki dan storage harus menjadi prioritas dari Indonesia Barat hingga Indonesia Timur.

"Ini mestinya BPH Migas bersuara kencang," kata Rudy menegaskan. Ia menyoroti tugas BPH Migas yang belum dapat dilaksanakan yaitu mengatur dan menetapkan cadangan BBM Nasional.

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencatat ketahanan stok bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia tergolong rendah. Hal ini dikarenakan dari storage yang ada hanya bisa menampung 11 hari.

Sebelumnya dalam pemaparannya, Anggota Komite BPH Migas, Henry Ahmad mengatakan sudah sepatutnya badan usaha yang mendapatkan izin berniaga BBM memiliki kewajiban untuk memiliki cadangan operasional BBM. Jadi beban tersebut tidak hanya diberikan kepada Pertamina.

Saat ini rata-rata cadangan operasional Pertamina adalah 21 hari. Harusnya bisa diikuti juga oleh badan usaha lainnya yang kini tercatat berjumlah 150 Badan Usaha.

“Mestinya mereka diwajibkan juga. Jadi intinya kalau mau dagang BBM dia harus punya duit. Kalau cuma jadi trader ya enggak usah. Jadi jangan bebannya kepada Pertamina saja, badan usaha selain Pertamina juga diwajibkan,” kata Henry di Komisi VII DPR RI, Selasa (15/9).

Saat ini usulan tersebut sedang dibahas dan diharapkan bisa segera menjadi bentuk peraturan yang dikeluarkan menteri berupa Peraturan Menteri (Permen) ESDM.

RDP yang dilaksanakan dengan protokol pencegahan Covid-19 itu dihadiri secara fisik oleh tujuh orang anggota Komisi VII DPR RI dan 22 Anggota hadir secara virtual. Sementara dari BPH Migas hadir Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa dan Komite BPH Migas yakni Hendry Ahmad, Ahmad Rizal, Hari Pratoyo, Saryono Hadiwidjoyo, dan M Lobo Balia.

Hadir pula Sekretaris BPH Migas Bambang Utoro, Direktur BBM Patuan Alfon S, dan Direktur Gas Bumi Sentot Harijady BTP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement