Selasa 15 Sep 2020 19:47 WIB

Produk tak Halal, Pelaku Usaha Harus Mencantumkan Keterangan

Jika ada dugaan barang tersebut mengandung unsur tidak halal maka akan dianalisis.

Produk tak Halal, Pelaku Usaha Harus Mencatumkan Keterangan. Ilustrasi Halal dan haram.
Foto: Blogspot.com
Produk tak Halal, Pelaku Usaha Harus Mencatumkan Keterangan. Ilustrasi Halal dan haram.

REPUBLIKA.CO.ID,PADANG -- Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) Kementerian Agama menyampaikan setiap produk yang masuk dan beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal.

"Jika produk tersebut mengandung barang yang tak halal dapat dikecualikan namun pelaku usaha harus mencantumkan keterangan tidak halal di labelnya," kata Kepala BPJH Prof Sukoso di Padang, Selasa pada webinar Urgensi Sertifikasi Halal Untuk Memperluas Pasar UKM sebagai bagian dari pelaksanaan Festival Ekonomi Syariah 2020 regional Sumatera yang digelar Bank Indonesia perwakilan Sumbar.

Menurut dia untuk kategori barang yang wajib bersertifikasi halal mulai dari makanan, minuman, obat, kosmetik termasuk jasa yang meliputi unit yang menyediakan barang tersebut seperti penyembelihan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan hingga penyajian. "Mengacu pada UU no 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal sejak 17 Oktober 2019 seluruh pengujian penerbitan hingga pencabutan sertifikasi halal menjadi kewenangan BPJH," kata dia.

Ia menyampaikan dalam menerbitkan sertifikasi halal menganut sistem telusur bukan semata melakukan analisis produk di akhir. "Barang yang halal itu sebenarnya jelas misalnya pisang, namun saat dibuat pisang goreng akan ditanya minyak berasal dari mana, bumbu yang ditambahkan apa saja," ujarnya.

Sukoso memberi contoh produk yang wajib sertifikasi halal mulai dari minyak ikan, sosis ikan, nuget ikan, keripik ikan, ikan kalengan dan pepes ikan. "Padahal ikan itu halal namun ketika diolah mengalami penambahan produk lain yang bisa jadi tidak halal sehingga harus disertifikasi," kata dia.

Oleh sebab itu jika ada dugaan barang tersebut dalam prosesnya mengandung unsur tidak halal maka akan dilakukan analisis oleh laboratorium yang bersertifikasi ISO 17025. Untuk proses awal yaitu adanya Lembaga Pemeriksa Halal yang dapat didirikan oleh instansi pemerintah dan perguruan tinggi atau yayasan Islam yang kemudian hasilnya dilakukan pengkajian fatwa oleh MUI yang kemudian diterbitkan sertifikat halal oleh BPJH.

Pada proses pemeriksaan oleh Lembaga Pemeriksa Halal butuh waktu 10 hari kerja, pengambilan fatwa oleh MUI 30 hari kerja dan penerbitan sertifikat oleh BPJH tujuh hari kerja. Dengan demikian butuh 93 hari kerja untuk menerbitkan proses halal namun ada harapan agar bisa diperpendek hingga 21 hari kerja saja.

Ia menambahkan berdasarkan UU masa berlaku sertifikasi halal adalah empat tahun. Sementara untuk biaya sepenuhnya dibebankan oleh pelaku usaha namun untuk usaha mikro dapat difasilitasi pihak lain seperti pemerintah daerah hingga CSR perusahaan.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement