Selasa 15 Sep 2020 15:59 WIB

PMN Diharap Dorong Geliat Bisnis BUMN

Komisi VI DPR mendukung usulan penyertaan modal negara 2021 sebesar Rp 37,18 T.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Menteri BUMN Erick Thohir (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/9/2020). Rapat kerja tersebut membahas tentang penyertaan modal negara tahun 2021.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Menteri BUMN Erick Thohir (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/9/2020). Rapat kerja tersebut membahas tentang penyertaan modal negara tahun 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan suntikan penyertaan modal negara (PMN) harus disertai dengan kebijakan stimulus fiskal dan moneter secara makro yang efektif. Toto menilai hal tersebut akan menumbuhkan permintaan domestik dalam menggerakan roda perekonomian di tengah pandemi. 

"Intinya kebijakan tersebut bisa menumbuhkan kembali domestic demand dan para operator bisnis BUMN sebagai pionir penggerak ekonomi di masa pandemi ini sudah siap dengan implementasi capex dan opex yang signifikan," ujar Toto saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Selasa (15/9).

Baca Juga

Terkait perbandingan PMN dengan kontribusi dividen BUMN, Toto menyebut perlu melihat dari perspektif yang lebih luas. Berdasarkan data, ucap Toto, BUMN belum terlalu produktif dalam hal utilisasi aset. 

"Misal data 2018, tingkat sales seluruh BUMN total Rp 2.360 triliun, laba Rp 154 trilliun, aset Rp 8.118 triliun. Artinya tingkat profit margin (profit dibagi sales) relatif kecil. Demikian juga tingkat ROA (pengembalian aset) sangat kecil. Ini menunjulkan masih belum produktifnya BUMN dalam utilisasi aset," ucap Toto. 

Toto berharap informasi mengenai jumlah dividen yang diterima negara lebih besar dibandingkan PMN tidak misleading dalam menginterpretasikan kinerja BUMN secara keseluruhan.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan Komisi VI DPR mendukung usulan penyertaan modal negara (PMN) 2021 sebesar Rp 37,18 triliun. Hal ini disampaikan Erick usai rapat dengan Komisi VI di Gedung DPR, Jakarta, Senin (14/9) malam. 

"Saya rasa Komisi VI mendukung pengajuan PMN 2021 yang total nilainya Rp 37,18 triliun," ujar Erick.

Dalam rapat tersebut, Erick juga meluruskan persepsi PMN yang selama ini dianggap tidak baik. Berdasarkan data, Erick menjelaskan setoran dividen dan PMN itu jumlahnya berbalik. Erick menyebut jumlah PMN selama 2015 hingga 2020 sebesar Rp 118 triliun, namun dividen yang diberikan BUMN kepada negara tercatat sebesar Rp 225 triliun. 

"Jadi hampir dua kali lebih," ucap Erick. 

Erick mengatakan kontribusi pembayaran pajak dan pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari perusahaan BUMN yang cukup signifikan. Ia mencontohkan pembayaran pajak BUMN pada 2019 mencapai angka Rp 284 triliun dan PNBP mencapai Rp 136 triliun. Kata Erick, Komisi VI menyambut positif data-data tersebut karena selama ini PMN dianggap tidak baik tetapi kalau dibandingkan dengan kontribusi dividen, pajak, PNBP jauh sekali impactnya.

"Kita juga bersepakat bagaimana PMN itu ke depannya harus jelas mana yang namanya penugasan, mana yang memang corporate action, investasi," kata Erick. 

Erick menjelaskan usulan PMN sebesar Rp 37,18 triliun akan diberikan kepada sejumlah BUMN seperti PLN, Hutama Karya, hingga Bio Farma untuk memastikan penanganan kesehatan lebih baik. 

Erick menambahkan, PMN juga akan diberikan kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) sebesar Rp 20 triliun. Erick menyebut sebagian dana PMN digunakan untuk PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang diharapkan kembali ada pembayaran pada akhir tahun. 

"Dana untuk BPUI kan kemarin ada PMN Rp 6 triliun untuk Askrindo, Jamkrindo, dan lain-lain untuk membantu proteksi yang meminjam dana murah seperti KUR UKM. Yang lainnya memang sebagian untuk Jiwasraya yang di mana diharapkan ada pembayaran lagi di akhir tahun ini," kata Erick menambahkan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement