Selasa 15 Sep 2020 05:01 WIB

Epidemiolog: PSBB akan Kendalikan Penyebaran Covid-19

Epidemiolog mengingatkan tes Covid-19 harus ditingkatkan di daerah-daerah lain.

Rep: Puti Almas/ Red: Ratna Puspita
Sejumlah kendaraan melintasi kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (14/9). Hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, arus lalu lintas kendaraan terpantau ramai lancar karena ditiadakannya peraturan ganjil genap.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah kendaraan melintasi kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (14/9). Hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, arus lalu lintas kendaraan terpantau ramai lancar karena ditiadakannya peraturan ganjil genap.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di Jakarta saat ini akan memberi dampak positif dalam mengendalikan penyebaran Covid-19. Namun, ia menggarisbawahi langkah ini tidak akan lebih efektif dibandingkan jika Jakarta memberlakukan karantina wilayah (lockdown) atau PSBB yang lebih ketat seperti periode Maret-Mei 2020.

“Adanya PSBB yang sedikit lebih ketat dibanding transisi kemarin pasti ada dampak, setidaknya karena pembatasan mobilitas manusia, di mana manusia menjadi pembawa virus,” ujar Dicky kepada Republika.co.id, Senin (14/9). 

Baca Juga

Namun, Dicky menekankan dua hal penting yang juga harus dijalankan dalam kebijakan PSBB kali ini. Pertama, ia mengatakan, seluruh pihak perlu terlibat dan dapat mengoptimalkan peran masing-masing dalam menjaga penyebaran wabah lebih lanjut. Semua pihak ini tidak hanya Pemprov dan warga DKI, melainkan juga pemerintah pusat dan daerah penyangga yang berada di wilayah Banten, dan Jawa Barat.

Dicky mengatakan penyakit dan wabah seperti Covid-19 tidak terbatas pada wilayah geografis maupun administratif. Dicky pun mengingatkan interkoneksitas kota-kota di Pulau Jawa. 

Ia menambahkan kasus Covid-19 yang terjadi di Jakarta, Bandung, maupun Surabaya tidak terlepas dari terjadinya interkoneksitas tinggi yang ada di Pulau Jawa. Karena itu, ia mengatakan, peran daerah lain seperti Jawa Tengah maupun Jawa Timur sebagai daerah asal pendatang di Ibu Kota sangat dibutuhkan.

“Kalau bicara mengenai akses orang masuk lewat jalur penerbangan misal, ini kan enggak bisa karena kewenangannya di pemerintah pusat. Saya selalu mengimbau bahwa untuk permasalahan Jawa tidak bisa diserahkan ke satu atau dua daerah saja,” kata Dicky menambahkan.

Kedua, Dicky strategi utama pengendalian pandemi adalah 3T, yaitu tracing (pelacakan), testing (pengujian), dan treatment (perawatan), serta 3M, yaitu menjaga protokol kesehatan dengan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Karena itu, ia juga menekankan pengujian dan pendeteksian virus secara luas harus dilakukan, khususnya dalam kondisi ekonomi selama ini tidak terlalu dibatasi. 

Menurut Dicky, cakupan pengujian yang sudah cukup baik di Indonesia saat ini hanya di Jakarta. Ia mengingatkan tes Covid-19 harus ditingkatkan dan dilakukan secara luas di daerah-daerah lainnya di Tanah Air.

“Aspek pengujian penting untuk mengetahui permasalahan, sehingga upaya meningkatkan kualitas testing harus dilakukan,” jelas Dicky. 

Dicky mengatakan peningkatan kualitas pengujian dapat diupayakan dengan menggunakan rapid antigen test atau tes diagnostik cepat yang secara langsung mendeteksi ada atau tidaknya antigen Covid-19. Ia menambahkan pelacakan juga harus diperluas hingga 80 persen dari kontak. 

“Semua daerah harus menyediakan fasilitas isolasi karantina yang dikelola pemerintah daerah sehingga tak ada karantina mandiri lagi, karena ini yang potensi menyebabkan klaster keluarga dan akhirnya meningkatkan beban rumah sakit,” kata Dicky. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement