Senin 14 Sep 2020 09:42 WIB

Mau Beli Alat Rapid Test? Simak Dulu Penjelasan Prof Ari

Alat rapid test Covid-19 marak ditawarkan di marketplace.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Tes cepat (rapid test) Covid-19. Alat rapid test Covid-19 banyak ditawarkan di marketplace.
Foto: ANTARA /Destyan Sujarwoko
Tes cepat (rapid test) Covid-19. Alat rapid test Covid-19 banyak ditawarkan di marketplace.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring dengan semakin meningkatnya kasus Covid-19, sebagian orang berinisiatif untuk membeli alat rapid test (TES CEPAT) sendiri melalui berbagai marketplace. Perlukah hal ini dilakukan?

"Saya termasuk orang yang tidak menganjurkan masyarakat membeli (alat) rapid test sendiri," ungkap akademisi dan praktisi kesehatan Prof Dr dr Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH saat dihubungi Republika.co.id.

Baca Juga

Prof Ari mengungkapkan, salah satu pasiennya juga ada yang memiliki kekhawatiran mengenai Covid-19 hingga membeli satu boks alat rapid test. Setiap dua pekan sekali, pasien tersebut melakukan pemeriksaan rapid test sendiri. Prof Ari mengatakan, ini sebuah kekhawatiran yang sebenarnya tidak perlu.

Prof Ari juga mengungkapkan bahwa sebagian orang menyamakan alat rapid test dengan gravindex test atau alat untuk mengetes kehamilan. Gravindex test bersifat individual, sedangkan rapid test tidak.

 

"(Gravindex test) jelas memang dia individual, dia positif atau negatif hamil," ujar Prof Ari.

Akan tetapi, hasil negatif dari rapid test belum tentu benar-benar membuktikan seseorang memang negatif dari Covid-19. Begitu pula sebaliknya.

"Karena ada masanya ketika dia positif di awal, itu belum terdeteksi positif. Itu harusnya menjadi perhatian," papar Prof Ari.

Pemeriksaan tes cepat lebih ditujukan untuk kepentingan surveillance dalam mengetahui kondisi di tengah masyarakat. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan seberapa besar prevalensi orang-orang yang sudah mendapatkan imunitas atau pernah terinfeksi di tengah kelompok masyarakat.

"(Rapid test) sifatnya tidak individual, nah kita mesti bedakan pemeriksaan rapid test dengan gravindex test," jelas Prof Ari.

Saran yang serupa juga telah dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO tidak merekomendasikan rapid test berbasis deteksi antigen untuk pelayanan pasien. WHO juga tidak merekomendasikan rapid test berbasis deteksi antibodi untuk pelayanan pasien, tetapi jenis tes ini dapat dilakukan untuk kepentingan surveillance dan penelitian epidemiologi.

Prof Ari mengatakan, orang-orang yang ingin melakukan tes swab juga perlu mengetahui apa tujuan mereka melakukan tes tersebut. Indikasi untuk melakukan tes swab harus jelas, misalnya karena telah melakukan kontak dengan orang yang positif Covid-19, untuk kepentingan ujian, atau keperluan lainnya.

"Indikasinya mesti jelas," tutur Prof Ari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement