Senin 14 Sep 2020 01:20 WIB

Filipina Deportasi Tentara AS Pelaku Pembunuhan Transgender

Pelaku diterbangkan ke AS didampingi perwakilan Kedutaan Besar AS di Filipina.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Nora Azizah
Filipina mendeportasi seorang tentara Amerika Serikat (AS), yakni Kopral Joseph Scott Pemberton, pembunuh perempuan transgender di Manila pada 2014 silam (Foto: ilustrasi pembunuhan)
Foto: Wikipedia
Filipina mendeportasi seorang tentara Amerika Serikat (AS), yakni Kopral Joseph Scott Pemberton, pembunuh perempuan transgender di Manila pada 2014 silam (Foto: ilustrasi pembunuhan)

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Filipina mendeportasi seorang tentara Amerika Serikat (AS), yakni Kopral Joseph Scott Pemberton, pembunuh perempuan transgender di Manila pada 2014 silam. Keputusan deportasi itu dilakukan setelah Pemberton mendapatkan pengampunan mutlak dari Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Juru Bicara Biro Imigrasi (BI) Filipina, Dana Sandoval mengatakan, Pemberton berangkat menuju AS menggunakan pesawat militer AS melalui Bandara Internasional Manila pada pukul 09.14 waktu setempat. Ia didampingi oleh perwakilan dari Kedutaan Besar AS.

Baca Juga

"Sebagai konsekuensi dari perintah deportasi terhadapnya, Pemberton telah dimasukkan dalam daftar hitam biro dan melarangnya untuk kembali," kata Komisaris BI Jaime Morente dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari Reuters, Ahad (13/9).

Keberangkatan Pemberton kembali ke negara asalnya dilakukan dengan pengamanan yang ketat. Meski demikian, rincian mengenai penerbangan Pemberton itu tidak diungkapkan ke awak media.

Adapun pengadilan setempat memutuskan Pemberton bersalah lantaran dirinya membunuh seorang perempuan transgender bernama Jennifer Laude di salah satu hotel di wilayah Olongapo, yang berada di luar bekas pangkalan Angkatan Laut AS di barat laut Ibu Kota Manila pada enam tahun lalu. Kasus itu pun memicu perdebatan mengenai kehadiran militer AS di wilayah bekas jajahannya.

Namun, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte justru memberikan pengampunan terhadap Pemberton. Hal itu menjadi pemicu munculnya kecaman dari para aktivis yang menyebut bahwa tindakan Duterte sebagai bentuk ejekan terhadap keadilan.

Juru Bicara Kepresidenan sekaligus pengacara dalam penuntutan Pemberton Harry Roque mengatakan, keputusan Duterte diduga berasal dari keinginannya untuk mendapatkan akses ke vaksin virus corona yang sedang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan AS. Namun, Kementerian Kesehatan Filipina menyebut, dalam rapat bersama pemerintah, tidak ada pembuat vaksin AS yang menetapkan persyaratan apa pun.

Flori sidebang

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement