Sabtu 12 Sep 2020 10:06 WIB

Sanad Keilmuan Majelis Taklim di Betawi Sampai ke Rasulullah

Ustaz Kiki pun berpendapat, program sertifikasi penceramah tidak diperlukan.

Rep: Andrian Saputra/ Red: A.Syalaby Ichsan
Ilustrasi Penceramah
Foto: dok. Republika
Ilustrasi Penceramah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para dai yang kerap berdakwah lewat ceramah punya rekam jejak panjang di Indonesia. Di Betawi, misalnya, banyak penceramah Jayakarta yang punya kapasitas ilmu mumpuni.

Kepala Lembaga Peradaban Luhur (LPL) Ustaz Rakhmad Zailani Kiki menjelaskan, para dai di Betawi kerap dididik di majelis taklim kitab kuning. Menurut penulis buku Geneologi Intelektual Ulama Betawi ini, majelis taklim kitab kuning di Jakarta memiliki bobot keilmuan yang setara dengan pondok pesantren. Hampir semua kitab yang menjadi disiplin keilmuan pesantren diajarkan di majelis taklim.  

Tidak sedikit santri majelis taklim di Jakarta menjadi ulama di bidang fikih dan lainnya. Karena itu, menurut Ustaz Kiki, regenerasi pengajar majelis taklim kitab kuning di Jakarta terus berjalan sampai saat ini. Para dai merupakan kaderisasi dari ustaz atau ustazah sebelumnya. Selain itu, mereka memiliki keterikatan emosional yang erat dengan mad'u atau jamaahnya. Ustaz Kiki pun menegaskan, tanpa adanya sertifikat dari pemerintah, para penceramah itu sudah mempunyai ladang dakwah dengan jamaah yang banyak.

Dalam risetnya, Ustaz Kiki menjelaskan, ada ratusan majelis taklim kitab kuning yang tersebar di Jakarta. Kebanyakan majelis taklim memiliki sanad keilmuan ke ulama Betawi terkemuka pada masa lalu sampai ke Rasulullah SAW. "Para ustaz, ustazah ini kemudian banyak yang menggantikan gurunya yang sudah wafat untuk mengajar di majelis taklim kitab kuning dari gurunya tersebut. Berada di tengah umat, mengajarkan agama, mereka juga menjadi penceramah di hari besar Islam. Karena mereka ini memiliki ilmu, isi ceramah mereka juga berbobot," kata dia. 

Ustaz Kiki pun berpendapat, program sertifikasi penceramah tidak diperlukan. Apabila program sertifikasi tersebut bertujuan agar para penceramah memiliki wawasan keislaman yang moderat dan memiliki wawasan kebangsaan, dia menilai, hal tersebut dapat dilakukan melalui materi-materi yang dapat diunduh melalui internet.

Terlebih, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama sudah menyatakan penceramah bersertifikat tidak berkonsekuensi apa pun. "Jadi, kalau tak berkonsekuensi apa pun, buat apa diadakan? Ini sesuatu yang mubazir," kata dia.

Menurut dia,  sertifikasi pun bukan menjawab kekhawatiran terhadap para penceramah yang tidak moderat, radikal, atau anti-Pancasila. Permasalahan tersebut, ujar dia, bisa diselesaikan dengan penegakan hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. 

Dia pun mengungkapkan, pemerintah dapat memberdayakan penyuluh agama Islam non-PNS yang tersebar di berbagai wilayah untuk menggencarkan dan menguatkan dakwah Islam sesuai dengan tujuannya. "Lebih bermanfaat bagi para penceramah jika mereka diangkat oleh Kementerian Agama RI sebagai penyuluh agama Islam non-PNS," kata dia.

sumber : Dialog Jumat
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement