Jumat 11 Sep 2020 22:00 WIB

KPK Belum Putuskan Ambil Alih Perkara Djoko Tjandra 

Keputusan ambil alih perkara ditentukan dari supervisi yang saat ini dilakukannya.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Pimpinan KPK Nurul Ghufron
Foto: ANTARA/Nova Wahyudi
Pimpinan KPK Nurul Ghufron

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendengar pemaparan Kejaksaan Agung dan Polri ihwal perkembangan penanganan kasus skandal Djoko Tjandra dalam gelar perkara pada Jumat (11/9). Meskipun telah mendengarkan fakta yang disampaikan Kejakgung dan Polri, KPK masih belum memutuskan untuk mengambil alih kasus dugaan suap pengurusan PK dan permintaan fatwa ke MK yang kini ditangani Kejaksaan Agung maupun kasus dugaan suap penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Interpol yang ditangani Mabes Polri.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, gelar perkara tersebut merupakan bagian dari supervisi penanganan skandal Djoko Tjandra. Keputusan ambil alih perkara akan ditentukan dari supervisi yang saat ini dilakukan pihaknya.

"Tentang pengambilalihan itu setelah dilanjutkan supervisinya," kata Ghufron di Gedung KPK Jakarta, Jumat (11/9). 

Ghufron menekankan, bahwa  supervisi yang dilakukan KPK masih akan terus berjalan. Tak menutup kemungkinan akan dilakukan gelar perkara lagi oleh KPK. 

 

"Sementara ini adalah gelar pertama. Sehingga kami masih menerima dan juga menerima laporan sejauh mana baik dari Mabes Polri maupun Kejaksaan Agung hasil-hasil yang dia peroleh dari hasil penyidikan. Kami tidak kemudian memberi anu, kami hanya beri arahan saja," ujarnya.

Ghufron menjelaskan, gelar perkara yang dilakukan KPK bersama Polri dan Kejakgung dilakukan secara terpisah agar pihaknya fokus melihat perkembangan penanganan perkara yang dilakukan Polri maupun Kejaksaan. Tak tertutup kemungkinan gelar perkara berikutnya akan dilakukan secara bersama-sama. 

Terlebih KPK meyakini, kasus dugaan suap penghapusan red notice yang menjerat mantan Kadiv Hubinter Irjen Napoleon Bonaparte yang ditangani Bareskrim Polri terkait dengan kasus dugaan suap pengurusan PK dan permintaan fatwa dengan tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang ditangani Kejaksaan Agung. 

"Kenapa dipisah, ya karena memang untuk memberikan kefokusan, ya kami pisah dulu. Kalau penyatuannya, nanti kami gelar bersama," katanya.

Dalam gelar perkara tadi, kata Ghufron, pihaknya mendengar penjelasan Kejaksaan Agung yang telah menjerat tiga tersangka, yakni Jaksa Pinangki, Djoko Tjandra dan pengusaha Andi Irfan Jaya. Selain itu, pimpinan KPK juga mempertanyakan sejumlah hal, termasuk mengenai inisial nama atau istilah yang mencuat, seperti 'Bapakku' dan 'Bapakmu' yang diduga dipergunakan Pinangki dan mantan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking terkait pengurusan fatwa ke MA. 

"Jadi dalam menggelar kasus itu berdasarkan bukti yang telah diperoleh. Sementara rumor atau cerita-cerita di luar alat bukti juga kami pertanyakan, tapi karena kendalanya masih belum mendapatkan bukti ke sana. Maka memang belum sampe ke sana," katanya.

Ghufron mengatakan, pihaknya sejauh ini memahami kendala yang dihadapi Kejaksaan Agung dalam mengusut tuntas kasus Pinangki, termasuk mengenai pihak lain yang terlibat. Hal ini lantaran proses penanganan perkara harus berdasarkan alat bukti, bukan berdasar rumor.

Sementara Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, gelar perkara ini dilakukan sebagai bagian dari koordinasi dan supervisi yang menjadi kewenangan KPK. KPK ingin melihat gambaran utuh rentetan skandal Djoko Tjandra yang ditangani Polri dan Kejaksaan Agung. 

Alex mengatakan, setelah mendengar pemaparan tim Bareskrim yang dipimpin Direktur Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Brigjen Djoko Poerwanto, KPK menilai Bareskrim belum mengungkap lebih jauh mengenai motif Djoko Tjandra menyuap Napoleon Bonaparte selaku Kadiv Hubinter agar namanya hilang dari daftar red notice Interpol. KPK menduga, tindak pidana yang dilakukan Djoko Tjandra itu terkait dengan pengurusan PK yang dilakukan Jaksa Pinangki. 

Alex menekankan, KPK mendorong agar Polri dan Kejaksaan mengusut tuntas kasus ini. Jangan sampai skandal yang telah mencoreng wajah penegakan hukum di Indonesia tersebut hanya ditangani per bagian tanpa terungkap secara utuh tujuan Joko Tjandra menyuap pejabat Polri dan Kejaksaan Agung.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement