Kamis 10 Sep 2020 22:24 WIB

Satgas Covid-19: DKI Jakarta Perlu Pengetatan Kegiatan

Jakarta telah masuk ke dalam zona merah Covid-19.

Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menilai provinsi DKI Jakarta memang perlu pengetatan aktivitas ekonomi untuk mencegah peningkatan penyebaran Covid-19. Jakarta masuk dalam zona merah.

"Selama lima pekan terakhir DKI Jakarta memang dalam kondisi kota-kotanya zona merah dan kondisi ini relatif tetap merah, kecuali ada beberapa kota di DKI yang pernah oranye dan saat ini kembali merah. Ini menunjukkan kondisi dengan tingkat penularan yang cukup tinggi, maka dari itu perlu pengetatan," kata Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito di Kantor Presiden Jakarta, Kamis.

Baca Juga

Menurut Wiku, sebelum DKI Jakarta menetapkan PSBB tahap 1 pada 10 April 2020, kasus positif Covid-19 masih relatif rendah. Kemudian tahap 2, dan 3 pada 4 Juni 2020 terlihat kasusnya terkendali. Namun pada PSBB transisi kasusnya cenderung meningkat dari waktu ke waktu.

Sedangkan PSBB transisi fase 1 yang dijalankan berdasarkan Pergub No 51 2020 diawali 5 Juni 2020 dan perpanjangan sampai PSBB transisi fase 5 sampai 10 September 2020.

Saat DKI Jakarta kembali menerapkan PSBB total, maka sekolah tidak boleh beroperasi, aktivitas perkantoran dilakukan dengan bekerja dari rumah kecuali instansi pemerintah dan yang menangani Covid-19.

Namun, tetap ada 11 Sektor usaha dibolehkan berdasarkan protokol kesehatan. Adapun rumah ibadah dan kegiatan fasum dan sosial tidak diperbolehkan. "Transportasi umum dibatasi jam operasional dan kapasitasnya, mobil pribadi kapasitasnya 50 persen dan penumpang harus menggunakan masker. Rumah ibadah, kantor, pabrik, rumah makan, salon, pasar, fasiltas olahraga outdoor, museum, perpustakaan, taman atau pantai, angkutan umum, dibuka 50 persen kapasitas dan jam operasional dibatasi, tapi sekolah tetap tidak boleh beroperasi," ungkap Wiku.

Wiku meminta penerapan PSBB ini dapat diterapkan secara disiplin agar dapat menekan kasus positif dan jumlah kematian.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Rabu (9/9) menyatakan "menginjak rem darurat" yang mencabut kebijakan PSBB Transisi dan memberlakukan kembali PSBB total. Alasan Anies untuk mengambil keputusan tersebut, karena tiga indikator yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus Covid-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.

Pemberlakuan kembali PSBB yang diperketat ini mulai 14 September 2020, namun belum diketahui kapan berakhir.

Hingga Kamis (10/9) jumlah terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia mencapai 207.203 orang dengan penambahan hari ini sebanyak 3.861 kasus. Terdapat 147.510 orang dinyatakan sembuh dan 8.456 orang meninggal dunia. Sedangkan jumlah pasien suspek mencapai 95.501 orang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement