Kamis 10 Sep 2020 18:49 WIB

Pahala Menjadi Istri

Menjadi istri adalah kesempatan untuk menumpuk-numpuk pahala.

Istri Sholehah/Ilustrasi
Foto: Reuters
Istri Sholehah/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA

Allah SWT berfirman, “Wanita yang salehah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS. al-Nisaa/4: 34). Inilah pahala pertama bagi istri yang menjaga diri, yakni akan dipelihara oleh Allah SWT dari siksa neraka yang penghuninya lebih banyak kaum hawa.

Ayat ini, menurut Syaikh Nawawi Banten dalam Syarah Uqud al-Lujain, berbicara tentang wanita salehah yang taat kepada Allah SWT dan suaminya. Mereka memelihara hak suami mereka, menjaga kemaluan mereka, serta memelihara segala rahasia dan benda-benda milik suami mereka. Sebagai imbalannya, Allah SWT menolong mereka.

Menjadi istri adalah kesempatan untuk menumpuk-numpuk pahala. Nabi SAW bersabda, “Jika seorang wanita menjaga shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, betul-betul menjaga kemaluannya dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada kepadanya, “Masukilah surga melalui pintu mana saja yang kamu suka.” (HR. Ahmad).

Ini artinya, bagi serang istri, taat kepada suami menjadi kewajiban eksistensial yang tak bisa disangkal. Apalagi Nabi SAW memberi tahu, “Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud pada yang lain, maka tentu aku akan memerintah para wanita untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Bahkan bagi isteri, suami adalah surga sekaligus nerakanya. Artinya surga yang diperoleh isteri menjadi pertanda ridhanya suami, begitu juga kalau neraka yang diperolehnya. Nabi SAW kabarkan, “Seorang muslimah mana saja yang meninggal dunia lalu suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surge.” (HR. Turmudzi dan Ibnu Majah).

Jadi apa saja yang dilakukan para istri, seperti bekerja di rumah, mengasuh anak, atau bekerja di luar dalam upaya menjemput rezeki  sejatinya harus didedikasikan untuk memperoleh ridha suami. Ridha suami inilah yang berbuah pahala yang agung hingga membuat Allah SWT meridhainya,  kemudian surga terindah dipersembahkan untuknya.

Abu Hurairah satu hari  bercerita, “Pernah ditanyakan kepada Rasulullah SAW, “Siapakah wanita yang paling baik? Nabi SAW menjawab, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, menaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR. Nasa’i dan Ahmad).

Oleh karena itu, kata Syaikh Nawawi Banten, istri harus merasa malu terhadap suami, tidak berani menentang, menundukkan muka di depan suami, diam ketika suami berbicara, menyambut ketika suami tiba di rumah, menampakkan cintanya kepada suami ketika suami mendekatinya, menyenangkan suami saat akan tidur, dan berparfum.

Bahkan, seorang istri harus membiasakan merawat mulut, membersihkan pakaian, membiasakan diri berhias di hadapan suami, dan tidak boleh berhias diri untuk orang lain. Allah SWT berpesan, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. al-Ahzab/33: 33).

Namun teguhnya keimanan seorang istri kepada Allah SWT tergantung teladan suaminya. Pun, anggunnya akhlak seorang istri tergantung akhlak suaminya. Ketika seorang suami menuntut agar istrinya tidak keluar rumah pada saat ia tidak ada, maka sang suami harus memberikan jaminan berupa segala kebutuhan yang diperlukan.

Begitu juga manakala seorang suami menuntut istrinya agar selalu memesona dipandang mata, maka segala macam perawatan kecantikan  harus difasilitasi oleh suami. Sebab suamilah yang membuat istri berpahala dan suami juga yang dapat membuat istri bergelimang dosa. Namun kunci dari segalanya adalah saling pengertian dan penuh cinta di antara keduanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement