Rabu 09 Sep 2020 18:52 WIB

Rusia tak Terima Dikritik G7 atas Kasus Navalny Diracun

Rusia menuding Jerman tidak kooperatif dalam kasus Navalny yang diduga diracun

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny. Ia diduga sengaja diracun dan kini dalam kondisi koma di sebuah rumah sakit di Jerman.
Foto: AP
Tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny. Ia diduga sengaja diracun dan kini dalam kondisi koma di sebuah rumah sakit di Jerman.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia merespons pernyataan yang dirilis negara anggota G7 terkait kasus dugaan peracunan tokoh oposisi di negaranya, yakni Alexey Navalny. Menurut Moskow, apa yang disampaikan G7 merupakan serangan tanpa dasar.

Rusia mengatakan Jerman tidak bersikap kooperatif dalam kasus Navalny. Moskow menyebut tidak ada informasi yang mengonfirmasi bahwa Navalny mengalami koma akibat diracun. Hal itu membuat lembaga penegak hukum Rusia sulit untuk menggunakan semua mekanisme yang diperlukan untuk menetapkan status kasus itu.

Baca Juga

"Pendekatan yang tidak konstruktif dari otoritas Jerman disertai dengan serangan tak berdasar terhadap Rusia," kata Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Rusia pada Rabu (9/9), dikutip laman Anadolu Agency.

“Kampanye disinformasi besar-besaran dengan jelas menunjukkan bahwa tugas utama pemrakarsa bukanlah untuk menjaga kesehatan Navalny dan mencari tahu alasan sebenarnya untuk dirawat di rumah sakit, tetapi untuk memobilisasi sentimen sanksi,” kata Kemlu Rusia menambahkan.

Sebelumnya para menteri luar negeri anggota G7 mengutuk peracunan Navalny. Mereka menyoroti dipakainya agen saraf dalam peristiwa tersebut. “Kami, menteri luar negeri G7 Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris Raya dan Amerika Serikat (AS) serta Perwakilan Tinggi Uni Eropa, bersatu dalam mengutuk, dalam istilah sekuat mungkin, peracunan yang terkonfirmasi Alexei Navalny," kata pernyataan yang dirilis Departemen Luar Negeri AS pada Selasa (8/9).

Mereka mengungkapkan, Jerman telah memberi tahu bahwa Navalny diracun menggunakan agen saraf kimia dari kelompok Novichok. Zat tersebut diketahui dikembangkan Rusia, tepatnya pada era Uni Soviet. "Setiap penggunaan senjata kimia, di mana pun, kapan pun, oleh siapa pun, dalam keadaan apa pun, tidak dapat diterima dan melanggar norma internasional yang melarang penggunaan senjata semacam itu," katanya.

Mereka mendesak Rusia menentukan siapa yang bertanggung jawab atas aksi peracunan Navalny. "Kami akan terus memantau dengan cermat bagaimana Rusia menanggapi seruan internasional untuk penjelasan tentang keracunan mengerikan Navalny," katanya.

Setelah dirawat selama lebih dari dua pekan dalam keadaan koma di Berlin’s Charite Hospital, Jerman, Navalny mulai siuman. Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan pemerintahannya telah menyimpulkan Navalny diracun menggunakan agen saraf Novichok. Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan negaranya sedang mengkaji kemungkinan menjatuhkan sanksi kepada Rusia atas peracunan Navalny.

Menurut dia, ada beberapa indikasi yang memperlihatkan Rusia terlibat dalam aksi peracunan Navalny. Salah satunya penemuan agen saraf Novichok yang dikembangkan pada era Uni Soviet. Sejauh ini, Pemerintah Rusia konsisten membantah terlibat dalam peracunan Navalny. Moskow pun mengklaim belum melihat bukti bahwa dia diracun.

Navalny diduga diracun di pesawat saat melakukan perjalanan ke Siberia. Dia pingsan setelah meminum teh yang disajikan kepadanya. Sebelum dibawa ke Berlin, Navalny sempat menjalani perawatan selama dua hari di kota Omsk di Siberia. Dia koma dan harus menggunakan ventilator. Kala itu dokter yang menanganinya menyebut Navalny dalam keadaan kritis.

Navalny merupakan tokoh oposisi terkemuka di Rusia. Dia adalah kritikus utama Presiden Vladimir Putin. Selama satu dekade terakhir, Navalny tekun merilis video di Youtube yang menjabarkan praktik korupsi di semua tingkatan pemerintahan. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement