Rabu 09 Sep 2020 10:06 WIB

Pertemuan Liga Arab akan Bahas Palestina

Perjuangan Palestina secara tradisional dinilai jadi tema pemersatu untuk Liga Arab

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
 Warga Palestina mengibarkan bendera selama protes di Tepi Barat, di desa Yatta, dekat Hebron, 21 Agustus 2020. Warga Palestina memprotes perjanjian perdamaian untuk membangun hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab.
Foto: EPA-EFE/ABED AL HASHLAMOUN
Warga Palestina mengibarkan bendera selama protes di Tepi Barat, di desa Yatta, dekat Hebron, 21 Agustus 2020. Warga Palestina memprotes perjanjian perdamaian untuk membangun hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pertemuan Liga Arab akan fokus pada perjuangan Palestina setelah kesepakatan normalisasi Israel-Uni Emirat Arab (UEA) terjadi pada Rabu (8/9). Perdebatan diprediksi akan mewarnai pertemuan tersebut.

"Perjuangan Palestina secara tradisional menjadi tema pemersatu untuk Liga Arab, yang tahun ini tampaknya lebih menjadi penyebab perpecahan, membuat Liga Arab semakin tidak relevan dalam mengelola urusan dunia Arab," kata asisten profesor studi keamanan di King's College London, Andreas King.

Baca Juga

King menyatakan, mosi yang akan diajukan oleh kepemimpinan Palestina kemungkinan tidak akan didukung oleh sejumlah negara Teluk. "Meskipun mungkin tidak ada langkah segera oleh negara Arab lainnya untuk menormalisasi hubungan dengan Israel secara resmi, akan ada lebih banyak pertukaran dan keterlibatan dengan Israel, yang tidak lagi terkait dengan perjuangan Palestina," katanya dikutip dari Aljazirah.

Anggota kebijakan jaringan Palestina Al-Shabaka, Marwa Fatafta, menyatakan kepentingan geopolitik saat ini mengalahkan hak-hak rakyat Palestina. "Banyak negara Teluk sangat tertarik untuk meresmikan hubungan dengan Israel dan UEA-Israel adalah pemecah kebekuan," katanya.

Menurut Fatafta, normalisasi antara Israel dan negara-negara Teluk telah dilakukan dan sekarang tinggal masalah waktu. "Apa yang mungkin akan keluar dari Liga Arab adalah basa-basi yang biasa didaur ulang kepada orang-orang Palestina," katanya.

Akhir pekan ini, Otoritas Palestina (PA) menuduh Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain memblokir rancangan resolusi yang diajukan. Rancangan itu meminta negara-negara Arab untuk mematuhi rencana Inisiatif Perdamaian Arab tahun 2002 sebelum menormalisasi hubungan dengan Israel.

Inisiatif Arab yang diajukan oleh Arab Saudi menyerukan untuk membangun hubungan dengan Israel sebagai imbalan penarikannya ke perbatasan tahun 1967. Langkah ini merupakan solusi yang adil bagi pengungsi Palestina dan menempatkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina di masa depan.

Anggota senior dari fraksi Fatah yang mengatur PA, Hussein Hamayel, mengatakan penentangan Bahrain terhadap rancangan resolusi menempatkan negara itu di pihak musuh Arab dan Muslim. Namun juru bicara resmi Presiden PA Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeinah, mengatakan tidak akan menerima penghinaan terhadap simbol-simbol nasional negara-negara Arab, termasuk UEA.

Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita resmi Palestina Wafa, Rudeinah mengatakan Palestina tertarik untuk menjaga hubungan persaudaraan dengan semua negara Arab atas dasar saling menghormati. Cara ini harus dilakukan dengan mengikuti Prakarsa Perdamaian Arab.

Sekretaris Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Saeb Erekat, juga meminta ketua Liga Arab, Ahmed Aboul-Gheit, untuk mengutuk kesepakatan normalisasi UEA dengan Israel atau mundur. "Jika dia tidak dapat mengeluarkan pernyataan yang mengutuk normalisasi UEA-Israel, dia harus mengundurkan diri," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement