Rabu 09 Sep 2020 04:19 WIB

Messi, Wartawan Olahraga, dan Kontrak Pemain

Sengkarur Messi bisa jadi hanya strategi menaikkan nilai kontrak.

Pemain Barcelona Lionel Messi
Foto: AP/Manu Fernandez
Pemain Barcelona Lionel Messi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Israr Itah*

Drama paling heboh dalam bursa transfer pemain sepak bola musim panas ini telah berakhir pekan lalu. Lionel Messi yang sempat mengirimkan faks ke manajemen Barcelona pada 20 Agustus lalu menyatakan ingin pergi, sudah mengumumkan bertahan. Setidaknya, Messi masih akan berseragam Blaugrana dalam 10 bulan ke depan.

Pengumuman Messi yang viral, baik saat menyatakan ingin keluar, maupun tetap bertahan, secara tidak langsung membuat nama Ruben Uria makin dikenal. Wartawan olahraga asal Spanyol ini mendapatkan kesempatan langka yang jadi mimpi seluruh wartawan olahraga dunia: mewawancari Messi langsung di kediamannya di Barcelona.  Lewat Uria, Messi menceritakan alasannya ingin pergi dan kemudian mengubahnya menjadi tetap bertahan.

Pengakuan yang kemudian menimbulkan berbagai respons. Salah satunya dari pihak yang menilai ini hanya cara Messi untuk mendapatkan kontrak lebih besar lagi. Berkoar-koar atau mengancam ingin pergi, manajemen klub kelabakan dan menawarkan kontrak baru, kemudian Messi mengumunkan bertahan. Tahapan ini bahkan dibuat semacam grafis dan tersebar di media sosial. Grafis yang kemudian diedit sejumlah pihak ke berbagai bahasa sehingga semakin viral.

Saya bukan cenayang yang bisa menduga isi hati Messi. Saya tak menyebut grafis yang menohok itu benar soal Messi.

Namun saya bisa mengatakan, pola-pola seperti diceritakan grafis tersebut lazim dilakukan oleh pemain sepak bola, baik langsung ataupun melalui perwakilannya. Tujuannya seperti yang disebutkan di atas, agar si pemain mendapatkan bayaran atau kontrak lebih baik.

Untuk memuluskan maksud tersebut, perlu sosok wartawan olahraga atau media yang dipercaya. Pemain butuh wartawan olahraga yang dikenalnya dekat dan diperkirakan mampu membantu mencapai tujuan tersebut lewat pemberitaan. Maraknya media sosial saat ini tak begitu mengubah pola tersebut.

Saya masih mengingat cerita seorang teman alumnus koran nasional yang kini menjadi petinggi di salah satu media daring. Kebetulan saya juga pernah 'mondok' setahun di media tempatnya bekerja saat itu. Cerita itu keluar sekitar satu dekade silam, saat kami masih sering nongkrong di seputar Stadion Gelora Bung Karno, Senayan. Waktu kejadiannya beberapa tahun sebelum itu. Anggap saja 15 tahun ke belakang dari sekarang.

Jadi, karena tuntutan kerjaan, kawan saya harus mendapatkan berita apa pun dari salah satu tim sepak bola nasional yang tak usah saya sebut namanya. Entah itu preview dan review laga, atau sekadar remeh temeh keseharian pemain. Tuntutan ini membuatnya hampir setiap hari menyambangi mess pemain atau tempat latihan klub tersebut. Otomatis, hubungannya dengan pengurus dan pemain di tim tersebut jadi cukup dekat. Minimal, para pemain itu mengenal kawan saya yang terus memberitakan tim mereka. Media sosial yang belum marak makin mendekatkan hubungan tersebut.

Suatu waktu datang satu pemain senior kepadanya. Sang pemain mengatakan kepada kawan saya ini bahwa ia tengah diincar klub lain. Karena menganggap ini bisa jadi berita bagus, kawan tersebut menuliskan informasi tersebut dan dimuat di medianya. Hanya berselang hari, kontrak si pemain diperpanjang klub yang tengah ia bela. Benar dugaan Anda, si pemain memanfaatkan kawan saya. Berita tentang ia diincar klub lain membantu si pemain mendapatkan perpanjangan kontrak.

Di luar negeri, pola-pola seperti ini ternyata juga digunakan. Namun kebanyakan dilakukan oleh perwakilan atau agen pemain. Banyak caranya. Yang umum menyebar kabar ada klub A, B, C, yang meminati pemain mereka. Berikutnya, mengkritik manajemen tak memperlakukan pemain dengan baik. Atau menyatakan pemain yang diwakilinya butuh tim baru yang lebih tangguh untuk mendapatkan prestasi. Terakhir, memuji-muji pemain setinggi langit melebihi kapasitas sebenarnya demi menaikkan nilai jual.

Umumnya pernyataan-pernyataan seperti ini keluar menjelang bursa transfer dibuka. Jika kesepakatan baru tercapai, semua statemen awal yang negatif bisa langsung berubah 180 derajat. Sah-sah saja karena pemain butuh kontrak sementara wartawan butuh berita.

Dalam situasi berbeda, wartawan olahraga dibutuhkan pemain untuk mengklarifikasi masalah. Seperti yang dilakukan Messi dengan Uria. Hubungan saling menguntungkan seperti ini tampaknya akan terus berlangsung.

Bagi saya pribadi, masih menarik menunggu apa yang terjadi pada Messi ke depan. Apakah ia hanya bertahan semusim lagi atau lebih lama dibarengi tambahan upah lebih besar dari sebelumnya. Kalau opsi kedua yang terjadi, cukup tahu saja Messi!

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement