Selasa 08 Sep 2020 19:04 WIB

Indonesia Targetkan Peringkat Kemudahan Berusaha Naik ke 60

Dua tahun terakhir peringkat kemudahan berusaha Indonesia stagnan di 73.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan, peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia bisa naik ke posisi 60 pada tahun ini. Laporan Bank Dunia menunjukkan, dalam dua tahun terakhir, peringkat EoDB Indonesia stagnan di 73.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, EoDB Indonesia sejak 2014 berada di peringkat 120. Seiring berjalannya waktu, kini naik ke posisi 73, namun belum berubah hingga sekarang.

Baca Juga

"Sudah kita kaji kenapa stuck. Jadi karena memang aturan-aturan di kementerian yang dijadikan sebagai rujukan oleh Bank Dunia itu belum kita lakukan reformasi. Tadi saya katakan, sebab terjadi ego sektoral," tuturnya dalam konferensi pers pada Selasa (8/9).

Bahlil menilai, salah satu penyebab posisi EoDB Indonesia tidak berubah yaitu, lambatnya Indonesia memperbaiki iklim kemudahan berusaha. "Dulu Indonesia melakukan perbaikan-perbaikan, tapi negara lain juga melakukan perbaikan," jelas dia.

Maka menurutnya, perlu ada upaya membenahi kemudahan berusaha di Indonesia. Salah satunya lewat Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang ditargetkan bisa disahkan pada Oktober mendatang.

RUU Omnibus Law Cipta Kerja dinilai menjadi terobosan besar menciptakan lapangan kerja, mendorong daya saing UMKM, sekaligus memudahkan perizinan usaha bagi UMKM hingga mendorong peringkat EoDB Indonesia. Apalagi dalam tiga tahun ke depan, Presiden Joko Widodo menugaskan BKPM mampu menaikkan peringkat EoDB dari 73 ke 40.

"Reform (kebijakan) ini harus dilakukan. Seperti Vietnam, dia telah melakukan reform di sekitar 2008 sampai 2009 dan hasilnya baru dirasakan sekarang. Maka, BKPM sebagai institusi negara yang ditugaskan mengurus investasi menilai Omnibus Law harus segera diselesaikan," tegas Bahlil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement