Selasa 08 Sep 2020 12:37 WIB

BPK Unggap Potensi Masalah dalam Penyaluran Bansos Covid-19

Beragam jenis bansos yang disalurkan pemerintah berpotensi memunculkan tumpang tindih

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolandha
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mulai menjalankan pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan negara dalam penanganan Covid-19. Hal ini dilakukan lantaran ada risiko munculnya masalah dalam pemanfaatan anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mulai menjalankan pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan negara dalam penanganan Covid-19. Hal ini dilakukan lantaran ada risiko munculnya masalah dalam pemanfaatan anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mulai menjalankan pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan negara dalam penanganan Covid-19. Hal ini dilakukan lantaran ada risiko munculnya masalah dalam pemanfaatan anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. 

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyampaikan, salah satu potensi masalah ditemukan dalam penyaluran jaring pengaman sosial alias bansos. Kendati bersifat darurat dan tujuannya cukup jelas, yakni menolong masyarakat yang ekonominya terdampak, namun BPK melihat tata kelolanya berpotensi memunculkan masalah. 

Baca Juga

"Masalah yang timbul meretas dari ketidakhandalan data, kurang transparannya aparatur di daerah yang ditugaskan untuk melakukan pendataan dan distribusi, hingga ragam bansos yang variatif dan diusung oleh kementerian/lembaga yang berbeda namun dengan tujuan yang kurang lebih sama," ujar Agung dalam sambutannya di Istana Negara, Selasa (8/9).

Menurutnya, beragamnya jenis bansos yang disalurkan pemerintah berpotensi memunculkan tumpang tindih dalam pelaksanaannya. Baik terkait penerima atau pihak-pihak yang bertugas menyalurkan bantuan tersebut. 

"Penanganan kesehatan dan jaring pengaman sosial merupakan tahapan krusial yang dibutuhkan untuk bertahan dan pulih. Karenanya harus dikelola dengan cermat tetapi juga tetap proaktif," kata Agung. 

Agung mengakui bahwa pemerintah memiliki kewenangan yang luas di bidang keuangan negara untuk megambil langkah 'extraordinary' dalam penanganan Covid-19 ini. Hal ini memang tertuang dalam Perppu nomo 1 tahun 2020 Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, yang kemudian disahkan sebagai Undang-Undang. 

"Namun, BPK punya mandat konstitusional untuk mengambil sikap terkait risiko yang senantiasa timbul dalam setiap krisis," kata Agung. 

Agung mengungkapkan bahwa BPK memiliki bukti empiris yang menunjukkan bahwa krisis adalah sasaran empuk bagi para penumpang gelap yang melakukan kecurangan dengan memanfaatkan situasi kedaruratan. Celah dalam regulasi dan penyalah gunaan kekuasaan. 

"Untuk menjamin tata kelola keuangan yang transparan, akuntabel, dan efektif, dibutuhkan pemeriksaan pengelolaan keuangan dan tanggung jawab keuangan negara yang menyeluruh," kata Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement