Selasa 08 Sep 2020 02:43 WIB

Pengamat: Calon Tunggal tak Mudah Menang Lawan Kotak Kosong

Pengamat menilai bukan perkara mudah mengalahkan kotak kosong.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Bayu Hermawan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bawaslu mencatat ada 28 kabupaten/ kota yang menggelar Pilkada, namun baru ada satu pasangan calon yang mendaftar atau calon tunggal. Pengamat politik dari LSI Denny JA, Ardian Sopa menilai bahwa calon tunggal dalam Pilkada 2020 memiliki tantangan yang lebih besar dalam meraih suara.

Menurut Ardian, saat ini telah banyak muncul calon tunggal Pilkada 2020 di berbagai daerah. Kemunculan mereka karena kepiawaian elit-elit politik daerah untuk meraih dukungan dari berbagai parpol.

Baca Juga

"Umumnya direncanakan oleh parpol. Tapi banyak juga daerah yang memiliki figur yang sangat kuat, sehingga lawan lain tidak berani maju," ujar Ardian Sopa kepada Republika.co.id, Senin (7/9).

Ardian menjelaskan, banyak yang beranggapan melawan kotak kosong justru lebih mudah. Padahal kalau dilihat lebih dalam tantangannya justru lebih berat melawan kotak kosong. Dalam pemilihan melawan kotak kosong, masyarakat tidak dapat melakukan perbandingan calon. Dengan demikian, jika tidak suka pada calon tunggal, masyarakat akan langsung memilih kotak kosong.

Di samping itu, calon tunggal juga harus berusaha lebih keras dalam berkampanye. Terlebih di daerah- daerah yang terdapat kekuatan politik yang tidak bisa dihitung. Misalnya ada elit-elit disana yang harusnya menjadi kontestan, tetapi akhirnya tidal mendapat dukungan partai.

"Jika elit-elit ini bersatu, 'barisan sakit hati' bisa muncul dan mereka bisa saja membuat antitesa dari calon tunggal dengan tujuan mempermalukan dan menghentikan elit politik yang ada," jelasnya.

Mengenai calon independen, Ardian menilai bahwa dalam kontestasi politik selalu ada kemungkinan munculnya calon independen. Calon independen, kata Ardian, bukan muncul karena ketidakmampuan parpol rekrutmen dan kaderisasi, tetapi berasal dari perbedaan cara yang dilakukan kandidat.

Kedua-duanya sama-sama harus mencari dukungan, calon parpol dari elit politik, dan independen dari masyarakat. Namun, calon independen memiliki kelebihan karena telah terlebih dahulu mendapatkan dukungan masyarakat.

"Kalau calon independen, dia sekaligus kampanye ke masyarakatm Tergantung kepadatan penduduk, itu bisa jadi modal awal mereka," kata Ardian.

Kendati begitu, calon independen harus lebih waspada karena banyak parpol di daerah yang berusaha agar calon independen tidak menang. "Karena kalau misalnya menang, jalur lewat partai akan ditinggalkan oleh kontestan-kontestan berikutnya," ujarnya. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement