Senin 07 Sep 2020 15:40 WIB

Kirab Pusaka, di Antara Ikhtiar Warga Bawean Usir Covid-19

Warga Pulau Bawean gelar kirab pusaka untuk menghindari Covid-19.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
 Warga Bawean menggelar kirab pusaka untuk menolak Covid-19 di Masjid Waliyah Zainab, Desa Diponggo, Kecamatan Tambak, Pulau Bawean, Gresik, Kamis (3/9).
Foto: Istimewa
Warga Bawean menggelar kirab pusaka untuk menolak Covid-19 di Masjid Waliyah Zainab, Desa Diponggo, Kecamatan Tambak, Pulau Bawean, Gresik, Kamis (3/9).

REPUBLIKA.CO.ID, GRESIK – Masyarakat Pulau Bawean, khususnya di Desa Diponggo menggelar Kirab Pusaka dengan berkeliling kampung pada Kamis (3/9). Melalui tradisi ini, masyarakat Diponggo berharap bisa menolak bala’, termasuk wabah Covid-19 yang tengah melanda Indonesia.

Tradisi kirab pusaka atau kirab midher (keliling) ini merupakan warisan Waliyah Zainab, tokoh penyebar Islam perempuan di Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur. Dalam tradisi ini, masyarakat Diponggo mengirabkan pusaka Waliyah Zainab, berkeliling kampung sembari membaca doa-doa dan dzikir kepada Allah Swt.

Baca Juga

Di setiap persimpangan jalan desa, para peserta kirab berhenti untuk melantunkan adzan. Mereka berkeliling desa mulai dari Masjid Diponggo dan berakhir di masjid yang berdekatan dengan makam Waliyah Zainab tersebut.

Kepala Desa Diponggo, Muhammad Salim, menjelaskan tidak ada yang mengetahui kapan tradisi kirab pusaka ini dimulai karena memang tidak ada peninggalan secara tertulis. Kirab Pusaka atau Puhayale ini hanya diwariskan dari generasi ke generasi masyarakat Diponggo.

“Tapi yang pasti kirab ini sudah secara turun temurun dilaksanakan oleh masyarakat Diponggo, kemungkinan besar sejak zaman Mbah Waliyah Zainab,” ujar Salim kepada Republika.co.id belum lama ini.

Dia mengatakan, tradisi kirab Pusaka ini sejak dulu bertujuan untuk menolak balak dan menjadi pagar desa. Menurut dia, tradisi ini hanya diikuti kaum lelaki dan anak-anak, sedangkan kaum perempuan menunggu di rumah.

Pakem bacaan dalam tradisi ini dimulai dengan ayat kursi, kemudian dilanjutkan dengan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Annas, kalimat dzikir dan shalawat. “Yang dibaca dalam kirab ini adalah kalimat dzikir. Kirab tahun ini dilaksanakan dalam rangka tolak bala’ atau memagari desa, terutama dalam kondisi pandemi ini,” ucapnya.

Sebagai kepada desa, Salim berharap tradisi ini terus dilestarikan oleh masyarakat Diponggo. Karena, menurut dia, tradisi ini merupakan warisan dari para leluhur dan mempunyai nilai historis dan nilai spiritual.

“Harapan saya kita terus bisa melanjutkan budaya atau tradisi yang telah diberikan para leluhur kita Karena di dalamnya terdapat nilai historis dan nilai spiritual yang sangat baik,” kata Salim.

photo
Warga Bawean menggelar kirab pusaka untuk menolak Covid-19 di Masjid Waliyah Zainab, Desa Diponggo, Kecamatan Tambak, Pulau Bawean, Gresik, Kamis (3/9). - (Istimewa)

Sementara itu, Ketua Yayasan Waliyah Zainab, Ustadz Abdul Samad bersyukur saat ini Kecamatan Tambak, khususnya di Desa Diponggo masih merupakan zona hijau Covid-19. Kendati demikian, menurut dia, pelaksanaan kirab ini tetap menggunakan standar protokol kesehatan Covid-19.

“Alhamdulillah Kecamatan Tambak masih berwarna hijau, tapi dalam pelaksanaan tradisi ini kita tetap mengikuti protokol kesehatan,” jelasnya.

Menurut dia, tradisi kirab pusaka ini memang bertujuan untuk memohon pertolongan dan perlindungan kepada Allah SWT agar terhindar dari bencana atau bala’, termasuk Covid-19. 

“Tujuannya untuk memohon kepada Allah, memohon perlindungan kepada Allah supaya masyarakat Diponggo dijauhkan dari segala bala’ dan bencaa, termausk Covid-19 ini,” ujar dia.

Dia menjelaskan, kirab pusaka ini dilaksanakan setiap bulan Muraharram dalam kalender Islam dan sudah berlangsung puluhan tahun. Namun, tidak semua pusaka Waliyah Zainab yang dibawa dalam kirab ini, hanya beberapa peninggalan yang diantanya adalah tombak. “Mudah-mudahan dengan dzikir midher (keliling) ini Covid-19 ini diangkat Allah SWT,” ucapnya.

Saat memberikan sambutan dalam acara kirab pusaka ini, Camat Kecamatan Tambak, Agung Endro menyampaikan terimakasih kepada masyarakat Diponggo karena selama ini telah menjaga salah satu kearifan lokal di Pulau Bawean.

Dengan adanya tradisi ini, dia berharap Desa Diponggo menjadi salah satu wisata religi yang banyak dikunjungi di Pulau Bawean. “Kita berharap ke depan Pulau bawean sebagai tempat kunjungan wisata religi,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement