Kamis 03 Sep 2020 20:27 WIB

Jangan Salahkan Pelaku Perjalanan Sebagai Penyebar Covid-19

'Apakah ada jaminan orang di dalam daerah dan tidak dites tidak positif Covid-19?'

Covid-19 (ilustrasi). Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dr Teda Litik mengatakan, jangan selalu menyalahkan pelaku perjalanan sebagai penyebar Covid-19 di daerah itu.
Foto: www.freepik.com
Covid-19 (ilustrasi). Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dr Teda Litik mengatakan, jangan selalu menyalahkan pelaku perjalanan sebagai penyebar Covid-19 di daerah itu.

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dr Teda Litik mengatakan, jangan selalu menyalahkan pelaku perjalanan sebagai penyebar Covid-19 di daerah itu. Pelaku perjalanan keluar daerah terkonfirmasi terpapar Covid-19 karena dites.

"Mengapa kita bisa menangkap kasus positif dari para pelaku perjalanan? Sebab mereka dites. Sementara orang-orang di dalam daerah yang tidak kemana-kemana tidak pernah dites, apakah ada jaminan mereka tidak positif?" kata Teda Litik di Kupang, Kamis (3/9).

Baca Juga

Dia mengemukakan hal itu, terkait meningkatnya kasus Covid-19 di daerah itu selama tiga hari terakhir. Umumnya, pasien merupakan pelaku perjalanan.

Selama tiga hari terakhir, sejak 31 Agustus hingga 2 September 2020, jumlah kasus Covid-19 di NTT bertambah dari 179 pada 31 Agustus menjadi 200 orang pada 2 September atau bertambah 21 orang. Menurut dia, semua pelaku perjalanan selalu diwajibkan untuk mematuhui protokol kesehatan, seperti mencuci tangan, mengenakan masker, menjaga jarak, dan melakukan tes cepat.

Sementara orang-orang yang ada di dalam daerah sendiri, kata dia, tidak pernah dilakukan tescepat. "Apakah ada jaminan bahwa orang-orang di dalam daerah yang tidak pernah tes ini tidak positif?" katanya dalam nada tanya.

Sebagai dokter, ia mengaku sangat prihatin dengan gambaran di depan mata seperti saat ini. Sejak era adaptasi kebiasaan baru pada 15 Juni, ia mengatakan, kehendak bebas masyarakat seperti menjadi "panglima".

Menurt dr Teda Litik, protokol kesehatan tidak lagi dipatuhi secara benar dan konsisten oleh masyarakat. "Lihat saja pada acara pesta, undangannya masuk tanpa cuci tangan, tanpa mengenakan masker, ruangan penuh dan bergerombol tanpa jaga jarak," katanya.

Sementara dari pihak pemerintah, kata dia, juga belum ada monitoring dan evaluasi di lapangan tentang pelaksanaan adaptasi kebiasaan baru, apalagi menjatuhkan sanksi kepada mereka yang melanggar. Karena itu, dia mengingatkan tidak perlu saling menyalahkan, tetapi mari dengan kesadaran penuh kita mematuhi protokol kesehatan untuk kebaikan bersama.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement