Kamis 03 Sep 2020 20:22 WIB

Kejahatan Perangnya Diusut, AS Sanksi Jaksa ICC

AS menolak visa Bensouda sebagai balasan atas pengusutan itu.

 Seorang tentara Afghanistan di siluet selama sesi pelatihan untuk menunjukkan keterampilan kontra-terorisme mereka di distrik Gozara di Herat, Afghanistan, 21 Juli 2020.
Foto: EPA-EFE/JALIL REZAYEE
Seorang tentara Afghanistan di siluet selama sesi pelatihan untuk menunjukkan keterampilan kontra-terorisme mereka di distrik Gozara di Herat, Afghanistan, 21 Juli 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG – Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada Jaksa International Criminal Court Fatou Bensouda dan salah satu asistennya, Phakiso Mochochoko. Ini balasan atas langkah ICC menyelidiki dugaan kejahatan perang AS di Afghanistan.

Sanksi diumumkan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Rabu (2/9) waktu setempat. Ia beralasan, ICC terus-menerus menargetkan Amerika. Sanksi berupa pembekuan aset serta menargetkan Bensouda dan Mochochoko.

Pompeo pun menegaskan, individu maupun entitas manapun yang mendukung Bensouda dan Mochochoko secara material bakal turut terkena sanksi. ‘’Kami tak menoleransi upaya ilegal yang menyasar warga Amerika.’’

ICC yang berbasis di Den Haag, Belanda, mengecam sikap AS tersebut. ’’Ini serangan serius terhadap aturan hukum,’’ demikian pernyataan ICC seperti dilansir Aljazirah, Kamis (3/9). Langkah AS dianggap intervensi proses hukum.

‘’Kami akan tetap mendukung personel dan misi memerangi impunitas terhadap kejahatan serius,’’ ujar ICC. Maka, tegas ICC, pihaknya akan melanjutkan penyelidikan atas kemungkinan kejahatan perang yang dilakukan AS dan sekutunya di Afghanistan.

‘’Saya menolak langkah AS yang melawan organisasi yang didasarkan pada traktat internasional,’’ kata Presiden ICC's Assembly of States Parties O-Gon Kwon. Sekjen PBB Antonio Guterres prihatin dengan pengumuman Pompeo.

Bensouda mendapat lampu hijau menyelidiki dugaan kejahatan perang AS, Taliban, dan militer Afghanistan di negeri tersebut pada Maret lalu. AS menolak visa Bensouda sebagai balasan atas pengusutan itu.

Namun, melalui kesepakatan antara PBB dan Washington, Bensouda masih bisa  secara reguler pergi ke New York untuk memberikan paparan ke Dewan Keamanan PBB soal penyelidikan kasus kejahatan perang itu.

Richard Dicker dari Human Rights Watch menilai, sanksi pemerintahan Presiden AS Donald Trump menghalangi terwujunya keadilan. Bukan hanya bagi korban kejahatan perang tertentu tetapi juga di manapaun yang menginginkan keadilan.’’

sumber : aljazirah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement