Kamis 03 Sep 2020 18:02 WIB

Israel-UEA Mesra, Wewenang Yordania untuk Al-Aqsa Terancam? 

Yordani selama ini mempunyai wewenang perwalian Masjid Al-Aqsa.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Yordani selama ini mempunyai wewenang perwalian Masjid Al-Aqsa. Masjid Al-Aqsa
Foto: Istimewa
Yordani selama ini mempunyai wewenang perwalian Masjid Al-Aqsa. Masjid Al-Aqsa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pada 13 Agustus 2020 lalu, Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) mengumumkan kedua negara ini telah mencapai kesepakatan yang membuka jalan bagi hubungan diplomatik resmi. Perjanjian perdamaian antara kedua negara itu telah memicu banyak reaksi dan kritikan. Terutama dari Palestina, yang paling terpengaruh oleh normalisasi kawasan dengan Israel tersebut.

Di negara tetangga Yordania, otoritas negara ini rupanya juga memandang normalisasi itu dengan tingkat kekhawatiran. Yordania khawatir tentang perkembangan keputusan kedua negara tersebut dapat mempengaruhi Kerajaan Hashemite ini.

Baca Juga

Sebuah laporan oleh LSM Israel Terrestrial Jerusalem telah memperingatkan, bahwa pernyataan bersama awal oleh Presiden AS Donald Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed, menyiratkan perubahan dalam status situs-situs keagamaan di Yerusalem Timur yang diduduki.

Selama hampir satu abad, Yordania telah memiliki hak perwalian untuk melindungi dan menjaga Yerusalem beserta tempat-tempat sucinya. Yordania diangkat sebagai negara yang bertanggung jawab untuk urusan agama di Yerusalem sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani pada 1994 dengan Israel.

Pernyataan bersama dari pemimpin ketiga negara itu mengatakan, bahwa seluruh Muslim yang datang dengan damai dapat mengunjungi dan beribadah di Masjid Al-Aqsa, dan situs-situs suci Yerusalem lainnya tetap terbuka untuk jamaah yang damai dari semua agama.

Status dari situs yang dianggap suci dalam Kristen dan Islam itu telah lama menjadi topik sensitif. Fokus ketegangan tidak lebih dari kompleks Masjid Al-Aqsa, yang juga dikenal sebagai Haram al-Sharif.

Kerangka ambigu dari pernyataan tersebut secara langsung mempengaruhi hak perwalian dari kerajaan Hashemite itu. Namun, otoritas Yordania tampaknya berhati-hati untuk ikut campur.

"Ini adalah topik yang sangat sensitif. Negara harus mempertimbangkan ribuan orang Yordania yang bekerja di UEA yang mungkin akan terpengaruh jika Amman menentang keras setiap perubahan pada status quo," kata seorang pejabat senior Yordania yang bertanggung jawab atas urusan Yerusalem, yang meminta namanya tak disebutkan, kepada Middle East Eye, dilansir pada Kamis (3/9).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement