Kamis 03 Sep 2020 14:27 WIB

Waspadai Obat Covid-19 Palsu di Media Sosial

Media sosial dinilai sebagai kanal yang sangat ideal bagi para pemalsu produk.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Obat Covid-19 palsu (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Obat Covid-19 palsu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SAN DIEGO -- Masa pandemi Covid-19 menjadi peluang bagi pemalsu produk obat untuk beraksi. Hal tersebut diungkap dalam penelitian terbaru yang dilakukan oleh ilmuwan dari Sekolah Kedokteran San Diego, Universitas California, Amerika Serikat.

Sejak awal krisis, para pemalsu telah membuat banyak iklan alat pengujian palsu dan obat-obatan untuk menangkal virus, menyebarkannya ke lingkaran informasi konsumen. Departemen Kehakiman AS terus aktif memberantas upaya kejahatan tersebut.

Akan tetapi, para pemalsu jauh lebih lihai, dengan cara memanfaatkan berbagai saluran media sosial (medsos) populer. Platform itu memberikan anonimitas yang aman sehingga konsumen tidak curiga dan penyedia produk sukar diendus oleh penegak hukum.

"Pelaku bisnis pemalsuan tidak akan melewatkan Covid-19 atau akan kehilangan kesempatan besar karena begitu banyak orang mencari produk terkait penanganan virus ini," kata penulis utama studi, Tim Mackey, dikutip dari laman Forbes, Kamis (3/9).

Medsos untuk tempat mengiklankan barang palsu bukan trik baru. Selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan niaga daring sangat pesat dan besar kemungkinan ada banyak influencer yang sebenarnya mempromosikan barang palsu.

Kemampuan para pemalsu mengembangkan strategi media sosial amat didukung dengan kemajuan teknologi internet, peningkatan akses ke internet, dan peningkatan peralihan ke niaga daring. Mereka punya kemampuan beradaptasi yang cepat.

Penelitian Mackey dilakukan pada awal pandemi sehingga tidak banyak produk palsu beredar yang tercatat berupa vaksin atau perawatan. Mayoritas merupakan obat pencegah yang belum teruji secara klinis serta alat pelindung diri (APD) palsu.

Pengamat kriminalitas dunia bisnis Jay Kennedy berpendapat, media sosial adalah kanal yang sangat ideal bagi para pemalsu produk. Pasalnya, sekarang begitu banyak orang mengandalkan informasi yang diperoleh dari keluarga, teman, dan sumber lain.

Sebagian sumber itu akurat, namun sebagian lagi tidak. Pengajar di Sekolah Peradilan Pidana dan Pusat Anti-Pemalsuan dan Perlindungan Produk di Universitas Negeri Michigan itu menyoroti konsumen yang begitu saja memercayai informasi tak jelas.

Ada semakin banyak konsumen yang beralih dari saluran media konvensional ke media sosial untuk mengakses berita dan informasi. Itu membuat pengguna internet akan semakin sulit memisahkan iklan dan informasi benar serta dari pemalsu.

"Selain itu, algoritme kompleks yang digunakan oleh platform media sosial berupaya dengan berbagai cara berbeda untuk mengoptimalkan pengalaman pengguna," kata pria yang meraih gelar doktor bidang peradilan pidana dari Universitas Cincinnati itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement