Kamis 03 Sep 2020 07:45 WIB

Asosiasi Industri Baja Dukung Subtitusi Impor Lewat SNI

Pemberlakuan SNI tidak terbatas pada produk besi dan baja saja.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Seorang pekerja mengecek baja lembaran di pabrik. ilustrasi
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Ilustrasi Seorang pekerja mengecek baja lembaran di pabrik. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA) mengapresiasi program substitusi impor melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib yang diinisiasi oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Langkah strategis tersebut diyakini akan mendongkrak daya saing industri logam di Tanah Air serta melindungi pasar domestik dari serbuan produk impor.

“Kami berkomitmen aktif berkontribusi dan bersinergi dengan Kemenperin dalam rangka menyukseskan program substitusi impor di sektor industri besi dan baja,” kata Ketua Umum IISIA Silmy Karim di Jakarta, Rabu (2/9).

Baca Juga

Salah satu wujud implementasinya, kata dia, IISIA dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menandatangani kerja sama mengenai pemanfaatan data SNI Produk Baja pada aplikasi BSN untuk dapat digunakan dalam website IISIA dan terkait pengembangan SNI Produk Baja.

“Kerja sama antara asosiasi dan pemerintah telah dilakukan dalam pengembangan dan penerapan SNI. Khususnya dalam melindungi keselamatan pemakai produk baja, menciptakan kondisi bisnis yang adil bagi pelaku industri, melindungi industri nasional dari impor produk baja, serta mendukung daya saing industri baja nasional baik untuk memenuhi pasar domestik maupun internasional,” jelas Silmy.

Kepala BSN Kukuh S Ahmad menyampaikan, pihaknya siap menjadi bagian dari pemangku kepentingan demi mendukung penguatan industri baja nasional melalui penguatan SNI baja. “Standar pada dasarnya bersifat sukarela dalam fungsinya sebagai acuan bagi produk yang akan memasuki pasar. Sedangkan regulasi teknis bersifat wajib sehingga menjadi persyaratan bagi produk yang akan memasuki pasar,” tutur dia.

Dengan penetapan regulasi teknis, produk yang boleh memasuki pasar sesuai dengan spesifikasi pada standar, sedangkan yang tidak sesuai spesifikasi tidak boleh memasuki pasar. Kukuh juga mengemukakan komitmen BSN bersinergi dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin dalam melakukan simplifikasi penyusunan SNI menjadi lebih cepat.

Kepala BPPI Kemenperin Doddy Rahadi mengemukakan, pemberlakuan SNI tidak terbatas pada produk besi dan baja saja dan tidak hanya sebagai trade barrier untuk membendung impor semata. Pemberlakuan itu pun guna meningkatkan mutu dan daya saing produk industri baja dalam negeri.

Selain itu, meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik dalam rangka keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup (K3L), serta mewujudkan persaingan usaha yang sehat. “Kemenperin telah memberlakukan SNI Produk Baja secara wajib sejumlah 28 SNI produk baja,” ujarnya.

Doddy menambahkan, komitmen pemerintah terhadap program substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022 harus didukung oleh segenap pemangku kepentingan di seluruh sektor industri. Pemerintah, kata dia, juga akan terus melakukan tindak lanjut penguatan Industri dalam Negeri melalui penguatan SNI.

Beberapa hal yang menjadi upaya strategis BPPI saat ini yakni memperbanyak SNI dan technical barrier demi mengendalikan impor produk industri di pasar domestik. Kemudian simplifikasi prosedur penetapan SNI, penyiapan organisasi di industri, pengawasan dan penegakan hukum, memperbanyak ketersediaan laboratorium uji serta merampingkan LSPro dan memperketat SPPT SNI.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, upaya untuk pemulihan ekonomi nasional yang lebih cepat di antaranya dengan menekan atau mendorong substitusi impor sejumlah 35 persen sampai akhir 2022. Adapun instrumen pengendalian impor dalam rangka mendukung program tersebut meliputi larangan terbatas, pemberlakuan pre-shipment inspection, pengaturan entry point pelabuhan untuk komoditas tertentu ke luar pulau Jawa, pembenahan LSPro, serta mengembalikan dari pemeriksaan post-border ke border, dan rasionalisasi Pusat Logistik Berikat.

“Berikutnya, menaikkan tarif most favored nation untuk komoditas strategis, menaikkan implementasi trade remedies seperti safeguard, antidumping, dan countervailing duty. Selain itu, pemberlakuan SNI wajib serta penerapan P3DN secara tegas dan konsisten,” jelas Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement