Kamis 03 Sep 2020 00:10 WIB

Indef: Logika Salah Jika Menyebut PSBB tak Lagi Diperlukan

Penanganan Covid-19 yang tak maksimal membuat ekonomi semakin terpuruk.

Rep: Puti Almas/ Red: Andri Saubani
Pengamat dari Indef, Bhima Yudistira Adhinegara.
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Pengamat dari Indef, Bhima Yudistira Adhinegara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dinilai tetap diperlukan di Indonesia selama pandemi virus corona jenis baru (Covid-19) terjadi. Pengamat dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adinegara mengatakan bahwa jika aturan ini dilonggarkan atau bahkan dihilangkan dengan alasan menimbulkan masalah perekonomian,  jumlah kasus infeksi berpotensi terus meningkat dan membahayakan segala aspek, khususnya ekonomi.

“Justru itu sebenarnya blunder bagi ekonomi, karena saat PSBB dilonggarkan dan kasus positif naik maka masyarakat khawatir untuk berbelanja di luar rumah,” ujar Bhima kepada Republika, Rabu (2/9).

Baca Juga

Lebih lanjut, Bhima menilai, bahwa jika berpikir PSBB tidak lagi diperlukan selama pandemi Covid-19 masih menjadi ancaman, maka logika pemerintah adalah salah. Menurutnya, ekonomi dapat semakin terpuruk ketika penanganan terhadap bencana seperti pandemi saat ini tidak dilakukan dengan bak.

“Jika demikian, logika pemerintah salah total. Ekonomi makin terpuruk ketika penanganan pandemi setengah-setengah,” jelas Bhima.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan melalui Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Abdul Kadir mengatakan, Indonesia tidak perlu lagi menerapkan PSBB. Hal Ini karena aturan tersebut hanya akan menghambat perekonomian, di mana perekonomian yang terhambat akan menimbulkan masalah yang lebih besar di tengah pandemi Covid-19.

Kadir mengatakan PSBB atau aturan pembatasan lainnya seperti lockdown membuat perekonomian tidak bergerak dan Indonesia mengalami resesi. Lebih lanjut, ia menyampaikan agar semua pihak berdamai dengan COVID-19 dan mulai kembali menjalankan aktivitas dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, yaitu menggunakan masker saat bepergian ke luar rumah, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

Selain itu, Kadir menilai penanganan pandemi COVID-19 yang dilakukan Pemerintah Indonesia saat ini sudah baik. Bahkan, ia mengklaim pemerintah berhasil menangani pandemi ini, yang dapat dilihat dari angka case fatality rate (rasio kematian), di mana tahap awal berkisar 9,8 persen dan saat ini burada di posisi 4,35 persen.

Pengamat Ekonomi : Ekonomi Semakin Terpuruk Saat Penanganan Pandemi Tak Maksimal

JAKARTA — Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dinilai tetap diperlukan di Indonesia selama pandemi virus corona jenis baru (COVID-19) terjadi. Pengamat dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adinegara mengatakan bahwa jika aturan ini dilonggarkan atau bahkan dihilangkan dengan alasan menimbulkan masalah perekonomian, maka jumlah kasus infeksi berpotensi terus meningkat dan membahayakan ke segala aspek, khususnya ekonomi.

“Justru itu sebenarnya //blunder// bagi ekonomi, karena saat PSBB dilonggarkan dan kasus positif naik maka masyarakat khawatir untuk berbelanja di luar rumah,” ujar Bhima kepada //Republika//, Rabu (2/9).

Lebih lanjut, Bhima menilai bahwa jika berpikir PSBB tidak lagi diperlukan selama pandemi COVID-19 masih menjadi ancaman, maka logika pemerintah adalah salah. Ia mengatakan ekonomi dapat semakin terpuruk ketika penanganan terhadap bencana seperti pandemi saat ini tidak dilakukan dengan bak.

“Jika demikian, logika pemerintah salah total. Ekonomi makin terpuruk ketika penanganan pandemi setengah-setengah,” jelas Bhima.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan melalui Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Abdul Kadir mengatakan Indonesia tidak perlu lagi menerapkan PSBB. Hal Ini karena aturan tersebut hanya akan menghambat perekonomian, di mana perekonomian yang terhambat akan menimbulkan masalah yang lebih besar di tengah pandemi COVID-19.

Kadir mengatakan PSBB atau aturan pembatasan lainnya seperti lockdown membuat perekonomian tidak bergerak dan Indonesia mengalami resesi. Lebih lanjut, ia menyampaikan agar semua pihak berdamai dengan COVID-19 dan mulai kembali menjalankan aktivitas dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, yaitu menggunakan masker saat bepergian ke luar rumah, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

Selain itu, Kadir menilai penanganan pandemi COVID-19 yang dilakukan Pemerintah Indonesia saat ini sudah baik. Bahkan, ia mengklaim pemerintah berhasil menangani pandemi ini, yang dapat dilihat dari angka case fatality rate (rasio kematian), di mana tahap awal berkisar 9,8 persen dan saat ini burada di posisi 4,35 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement