Rabu 02 Sep 2020 18:26 WIB

Presiden Prancis: Karikatur Charlie Hebdo itu Kebebasan Pers

Presiden Macron bela Charlie Hebdo sebagai ekpresi kebebasan pers Prancis

Edisi Charlie Hebdo yang memicu kemarahan umat Muslim sedunia.
Foto: Reuters
Edisi Charlie Hebdo yang memicu kemarahan umat Muslim sedunia.

REPUBLIKA.CO.ID, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa bukan tempatnya untuk memberikan penilaian atas keputusan Charlie Hebdo untuk menerbitkan kartun Nabi Muhammad.

Macron, berbicara berbicara selama kunjungan ke Lebanon pada hari Selasa kemarin (1/9), mengatakan penting bagi warga Prancis memang harus menghormati satu sama lain, dan menghindari "dialog kebencian". Namun dia menegaskan tidak akan mengkritik keputusan majalah satir itu untuk menerbitkan ulang kartun tersebut.

Seperti dikutip dw.com, pernyataan Macron ini terjadi terkait Charlie Hebdo yang telah menjadi target pembunuhan oleh orang-orang Islam yang bersenjata pada tahun 2015. Dan majalah itu memang telah menyatakan bahwa pihaknya menerbitkan ulang kartun kontroversial Nabi Muhammad untuk menandai dimulainya persidangan terhadap para tersangka kasus serangan itu.

"Di luar persidangan yang akan dimulai besok, dan saya tidak perlu mengungkapkan diri saya tentang hal ini sebagai presiden. Kami akan memikirkan semua yang terjadi," kata Macron.

Kebebasan berbicara

Tak hanya itu, Macron kemudian malah memuji nilai-nilai demokrasi dan kebebasan berbicara di Prancis. Dia berkata: "Tidak pernah menjadi tempat presiden Republik  (Prancis) untuk memberikan penilaian atas pilihan editorial jurnalis atau ruang redaksi. Itu tidak pernah. Karena kami memiliki kebebasan pers."

"Di Prancis ada kebebasan menghujat yang melekat pada kebebasan hati nurani. Saya di sini untuk melindungi semua kebebasan ini. Di Prancis, orang bisa mengkritik presiden, gubernur, penistaan," katanya.

Macron juga memberikan penghormatan kepada para korban serangan Januari 2015 dengan menekankan bahwa pada Rabu ini merupakan hari pertama persidangan."Bahwa kita semua akan memikirkan wanita dan pria yang ditembak dengan pengecut karena mereka menggambar, menulis, mengoreksi, yang itu ada untuk membantu, untuk menyampaikan."

Pada 7 Januari 2015 dua pria memaksa masuk ke kantor Charlie Hebdo di Paris. Berbekal senapan dan senjata lainnya, mereka membunuh 12 orang dan melukai 11 lainnya di ibu kota Prancis. Orang-orang bersenjata itu mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota kelompok Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement