Friday, 10 Syawwal 1445 / 19 April 2024

Friday, 10 Syawwal 1445 / 19 April 2024

Waka MPR: Anggaran Covid Belum Efektif Tekan Sebaran Kasus

Rabu 02 Sep 2020 16:04 WIB

Red: Hiru Muhammad

MPR Ajak KNPI Berkontribusi dalam Wacana Amandemen Konstitus. Tampak Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan

MPR Ajak KNPI Berkontribusi dalam Wacana Amandemen Konstitus. Tampak Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan

Foto: dok istimewa
Ada beberapa prinsip yang mesti diperhatikan dalam penganggaran berbasis kinerja

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan mendukung langkah Menteri Keuangan untuk melakukan penganggaran berbasis kinerja. Pasalnya, selama ini, penganggaran jumbo yang dilakukan pemerintah belum membuahkan hasil maksimal bahkan  gagal dalam menangani penurunan bahkan mendekati angka 200.000 korban infeksi Pandemi Covid-19, begitupun kinerja ekonomi yang sudah diposisi resesi.

Ada beberapa prinsip yang mesti diperhatikan dalam penganggaran berbasis kinerja yakni efektivitas dan efisiensi anggaran, disipilin anggaran, keadilan anggaran, dan akuntabilitas dan transparansi  anggaran. Jika prinsip ini tidak dilakukan maka bisa dipastikan penganggaran tersebut tidak berbasis kinerja dan pada akhirnya tidak membuahkan hasil yang maksimal.

Pemerintah harus konsisten dengan kebijakan berbasis kinerja dalam melakukan penganggaran dan ternyata belum. Terbukti dengan penganggaran penanganan Covid-19 yang mencapai Rp 695,7 Triliun belum mampu menekan laju penambahan kasus harian Covid-19 yang semakin meningkat di atas 2000 sampai 3000 kasus perhari. 

Hal ini menunjukkan anggaran tersebut tidak memenuhi prinsip efektif dan efisien anggaran. Bahkan ada kecenderungan beberapa penyaluran yang salah sasaran dalam penanganan Covid-19. Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga mempertanyakan beberapa target pemerintah yang tidak tercapai.

“Pemerintah menetapkan maksimal defisit APBN 2020 sebesar 5,07 persen terhadap PDB yang tertuang dalam Perpres No. 24 Tahun 2020. Akan tetapi, ternyata defisit APBN 2020 melebar hingga 6,34 persen terhadap PDB yang mencapai Rp 1039,2 triliun. Ini membuktikan bahwa Pemerintah tidak memenuhi prinsip disiplin anggaran karena terus menerus melakukan perubahan target dan pada akhirnya target tersebut tidak tercapai juga," kata Syarief Hasan.

Tak hanya itu, Pemerintah juga menargetkan menekan angka pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat lewat BLT. Namun ternyata, jumlah pengangguran bertambah sebesar 3,05 juta selama tahun 2020. Daya beli masyarakat Indonesia pun menurun bahkan hilang sekitar Rp.362 triliun akibat Pandemi Covid-19. Hal ini menunjukkan tidak terpenuhinya prinsip efetivitas dan efisiensi serta disiplin penganggaran yang dilakukan pemerintah.

Syarief Hasan juga mempertanyakan anggaran pemerintah yang lebih banyak ditujukan untuk penguatan korporasi besar dan BUMN. Padahal, masyarakat kecil dan UMKM lah yang paling harus diperhatikan pemerintah. “Itupun anggaran untuk masyarakat kecil dalam bentuk BLT baru terealisasi sebesar 31%. Hal ini menunjukkan kurangnya keadilan penganggaran yang dilakukan pemerintah.”, ungkap Syarief.

Ia menilai bahwa akibat dari penganggaran yang tidak memenuhi prinsip berbasis kinerja menyebabkan ekonomi Indonesia jatuh.  Presiden harus melakukan evaluasi yang menyeluruh terhadap kinerjanya dan secara khusus harus memproritaskan program kebijakan  memerangi pandemi Covid 19, di sisi lain ekonomi yang saat ini di prioritaskan oleh Pemerintah belum juga mengalami tanda-tanda perbaikan di kuartal III/2020 dari kontraksi minus 5,32 persen di Kuartal II 2020 dan merupakan kontraksi terdalam sejak reformasi. 

Pertumbuhan minus ini juga masih akan terjadi di Kuartal III dan IV 2020 dan akan menyebabkan resesi ekonomi.”, Apabila semua  target tidak bisa dicapai dengan anggaran yang  besar dan sudah disiapkan berarti  Pemerintah gagal mengemban amanah Rakyat," kata Syarief Hasan.

 

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler