Selasa 01 Sep 2020 18:38 WIB

Kota Malang Deflasi 0,06 Persen 

Nilai deflasi ini termasuk terendah dibandingkan tiga bulan sebelumnya.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Deflasi (ilustrasi)
Deflasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Kota Malang mengalami deflasi 0,06 persen selama Agustus 2020. Nilai deflasi ini termasuk terendah dibandingkan tiga bulan sebelumnya.

Kepala BPS Kota Malang Sunaryo mengatakan, kelompok transportasi telah mengalami penurunan harga tertinggi selama Agustus 2020. Harga tiket transportasi terutama angkutan udara menurun sebesar 13,68 persen. "Dengan andil (deflasi) 0,19 persen," ungkap Sunaryo dalam Konferensi Pers (Konpers) Daring di Kota Malang, Selasa (1/9).

Harga daging ayam ras telah menyumbang deflasi di Kota Malang sekitar 0,03 persen. Menurut Sunaryo, komoditas tersebut telah mengalami penurunan harga sebesar 2,79 persen selama Agustus. Ada pula harga sabun deterjen yang menurun 2,94 persen sehingga menyumbang deflasi 0,03 persen.

"Sedangkan yang menunjukkan inflasi adalah di kelompok pengeluaran perawatan pribadi dan jasa lainnya, dan pendidikan," jelasnya.

Lebih rinci, Sunaryo menjelaskan, komoditas utama yang menyumbang inflasi tertinggi terdapat pada emas atau perhiasan. Komoditas ini mengalami kenaikan harga 10,79 persen sehingga memberikan andil 0,10 persen. Biaya sekolah dasar yang naik 7,90 persen juga telah menyumbang inflasi sekitar 0,07 persen.

Perekonomian di Kota Malang pada dasarnya masih berjalan cukup baik selama pandemi Covid-19. Sebab, angka perubahan harga di kelompok bahan makanan masih mengalami inflasi. Artinya, kelompok ini menjadi priotas pergerakan dan dinamika perekonomian positif.

Untuk mencegah deflasi, Sunaryo menilai, pemerintah sebenarnya telah menyiapkan berbagai langkah pemulihan ekonomi. Pemerintah telah mendorong daerah untuk menggerakkan konsumsi rumah tangga. Bahkan, Kota Malang telah direkomendasikan mempercepat anggaran belanja pemerintah.

Sebelumnya, Wali Kota Malang Sutiaji telah meminta jajarannya melakukan akselerasi program kegiatan dan menggelontorkan anggaran belanja. Jika dilakukan, maka secara otomatis akan terjadi multiplier effect maupun trickle down effect di masyarakat. "Poinnya belanja APBD harus jadi tools untuk menstimulus pertumbuhan dan recovery ekonomi di masa masa pandemi Covid-19 ini," ungkap dia.

Menurut Sutiaji, terdapat beberapa poin yang bisa memacu anggaran belanja. Salah satunya potensi pengolahan makanan daring yang memperlihatkan pertumbuhan positif. Sutiaji berharap jajarannya dapat peka membaca potensi-potensi lainnya yang berkembang di masyarakat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement