Selasa 01 Sep 2020 15:29 WIB

'Korban Aksi Terorisme Harus Didukung Semua Pihak'

Korban aksi terorisme sangat perlu mendapatkan perhatian khusus dari negara.

Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar
Foto: dokpri
Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, telah membuka babak baru dalam penanggulangan terorisme. Khususnya mengenai langkah program pemulihan terhadap korban dari aksi tindak pidana terorisme (penyintas) baik itu korban langsung maupun korban tidak langsung.

BNPT dalam undang-undang tersebut diberikan mandat khusus sebagai koordinator dalam bidang pemulihan korban tindak pidana terorisme dengan mengoordinasikan kementerian/lembaga untuk memberikan sumbangsihnya dalam program pemulihan korban terorisme. Hal itu sebagai bentuk representasi negara untuk hadir dalam memberikan pemulihan, pelindungan dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara khususnya kepada korban tindak pidana terorisme.

"Di sinilah BNPT hadir, karena dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 pasal 35 ditegaskan bahwa korban merupakan tanggung jawab negara. Bentuk tanggung jawab negara yang dimaksud itu berupa bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis, santunan bagi keluarga dalam hal korban yang meninggal dunia serta kompensasi," ungkap Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar, saat memberikan sambutan pada acara Forum Silaturahmi Penyintas 2020 di Hotel Griya Persada, Yogyakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Kepala BNPT, hak-hak dan kepentingan korban sebagai pihak yang terkena dampak dari tindak pidana terorisme tentunya harus menjadi faktor penting yang perlu diprioritaskan. Ia juga menyampaikan bahwa korban aksi terorisme sangat perlu mendapatkan perhatian khusus dari negara disamping dukungan dari keluarga serta masyarakat luas dengan menciptakan lingkungan yang positif.

"Korban juga tentunya harus dapat didukung dan diberikan motivasi setelah menjalani hari-hari berat pascakejadian aksi terorisme. Untuk itu perlunya motivasi positif dan peran serta semua pihak menjadi hal yang penting dalam memperhatikan kembali keberadaan mereka. Karena para korban masih memiliki potensi positif di lingkungannya dengan dukungan semua pihak" ujar alumni Akpol tahun 1988 ini.

Lebih lanjut mantan Waka Lemdiklat Polri ini menjelaskan bahwa perlu adanya wadah bagi para penyintas untuk menjadi tempat bernaung. Oleh sebab itulah BNPT membentuk Forum Silaturahmi Penyintas (Forsitas) untuk menjalin tali persaudaraan bersama antarpara penyintas.

"Forsitas diadakan bukan untuk mengingat atau mengenang kembali trauma yang pernah terjadi, namun sebagai momentum yang baik untuk menghubungkan tali persaudaraan dan kasih sayang diantara sesama Penyintas. Selain itu juga bisa menjadi momentum untuk saling menguatkan setelah menjalani hari-hari yang berat pasca aksi terorisme yang dialami," kata mantan Kapolda Papua ini.

Untuk itu mantan Kepala Divisi Humas Polri ini berharap, para Penyintas dapat saling mendukung, memberi semangat, dan bangkit bersama, karena yang mereka perlukan dalam menghadapi berbagai potensi ancaman tidak lain adalah kebersamaan. Ketika bangsa ini kuat, masyarakat berani, dan seluruh komponen bangsa bersatu menjadikan terorisme sebagai musuh bersama, maka kedamaian akan terjadi.

"Mari bersama-sama bersatu untuk saling mendukung, saling memberi semangat dan mari bangkit bersama. Apa yang kita perlukan dalam menghadapi berbagai potensi ancaman tersebut tidak lain adalah kebersamaan," tutur mantan Kapolda Banten ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement