Selasa 01 Sep 2020 14:33 WIB

Masjid Merupakan Komitmen Ketaatan Pada Allah

Komitmen ubudiyah komprehensif yang tersimbolkan dalam pembangunan masjid.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Hafil
Masjid Merupakan Komitmen Ketaatan Pada Allah. Foto: Sebuah masjid di kota industri Uni Emirat Arab.
Foto: Saudigazette
Masjid Merupakan Komitmen Ketaatan Pada Allah. Foto: Sebuah masjid di kota industri Uni Emirat Arab.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Imam Masjid New York Shamsi Ali mengatakan komitmen ubudiyah komprehensif yang tersimbolkan dalam pembangunan masjid (secara bahasa berarti tempat sujud) itu sekaligus bermakna komitmen hidup yang terpusat pada ketaatan Ilahi.

"Komitmen ketaatan Ilahi itu disusul  dengan rekonsiliasi internal (al-muaakhaa) secara erat antara pendatang (imigran Mekah) dan penduduk pribumi (Native) Madinah. Mereka dipersaudarakan di atas iman, dan dengan latar belakang yang ragam,"ujar dia dalam rilis yang diterima Republika, Selasa (1/9).

Baca Juga

Ukhuwah itulah yang menjadikan komunitas Rasul menjadi solid, bagaikan baja yang semakin dibakar dan dibanting semakin kuat dan bernilai.

Dengan kekuatan yang bersandar pada kekuatan internal (hati dan jamaah) serta nilai yang dimilikinya, umat ini siap membangun kehidupan kolektif bersama dengan seluruh anggota masyarakat lainnya.

photo
Ustadz Imam Shamsi Ali memberikan paparannya saat kunjungan di Kantor Republika, Jalan Warung Buncit, Jakarta, Jumat (23/3). - (Republika/Mahmud Muhyidin)

"Kita kenal dalam sejarah bahwa sebelum Rasul tiba di Madinah, selain masyarakat Arab dengan dua suku besar; ‘Aus dan Khazraj, juga ada dua komunitas agama besar lainnya. Mereka adalah masyarakat Yahudi dengan tiga suku besarnya, dan masyarakat Nashora (Kristen) yang umumnya menempati pinggiran kota Yatsrib saat itu,"jelas dia.

Kedua kelompok masyarakat ini sejak lama dipandang oleh sebagian masyarakat Arab sebagai the religious dan civilized sehingga secara informal mereka memiliki posisi penasehat kepada masyarakat Arab. Bahkan banyak di antara orang-orang Arab memaksa anak-anaka mereka untuk beragama Kristen atau Yahudi karena dianggap lebih terdidik, beradab dan maju. Kira-kira mirip mentalitas dunia ketiga yang selalu ingin meniru gaya Barat yang dianggap lebih maju.

Dengan masyarakat pluralis seperti itu Rasulullah SAW sebagai pemimpin tentu sadar bahwa Madinah bukan hanya milik warganya yang beragama Islam. Tapi sebuah negara yang penduduknya plural dan pastinya memiliki hak yang sama dalam tatanan institusi negara.

Untuk institusi negara eksis hal pertama yang diperlukan adalah adanya konstitusi yang menjadi rujukan bersama semua warga negara. Kemudian Rasulullah membentuk konstitusi negara pertama dalam sejarah manusia. Itulah yang dikenal dengan nama Piagama Madinah.

Piagam Madinah atau Madinah Charter adalah tatanan Konstitusi negara yang sangat pluralis. Bahkan salah satu bab terpanjang adalah jaminan hak-hak dasar, termasuk hak agama dan ibadah bagi semua warga.

Mungkin yang paling menarik pula adalah kenyataan bahwa proses pembentukan Piagam Madinah melibatkan seluruh unsur atau segmen Komunitas yang ada di kota itu. Padahal kalau saja beliau berkehendak, beliau bisa saja merancang sendiri Konstitusi.

"Apalagi dalam kapasitas beliau sebagai Rasul, saya yakin semua akan menerimanya tanpa resistensi,"ujar dia.

Tapi Rasul ingin agar seluruh segmen masyarakat Madinah merasa memiliki (sense of belonging) sehingga tanggung jawab terhadap Konstitusi itu semakin solid.

Rasulullah SAW telah memperlihatkan karakter seorang pemimpin sekaligus negarawan yang inklsif. Yang merangkul secara setara seluruh elemen warganya. Dan kehadiran Konstitusi negara Madinah sekaligus menjadi salah satu pilar kebangkitan peradaban modern itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement