Senin 31 Aug 2020 16:31 WIB

Turki Kecam Keras Pembakaran Alquran di Norwegia

Pemerintah Turki akan terus melawan gerakan sayap kanan dan rasis.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Pembakaran alquran di Malmo, Swedia memicu terjadinya kerusuhan.
Foto: EPA
Pembakaran alquran di Malmo, Swedia memicu terjadinya kerusuhan.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki mengutuk penodaan Alquran di depan parlemen Norwegia dengan menilai tindakan tersebut memicu api kebencian anti-Muslim. Kementerian Luar Negeri mengatakan memperingatkan bahwa tindakan tersebut tidak hanya menargetkan Muslim tetapi aturan hukum dan demokrasi secara keseluruhan.

"Sisa-sisa Nazi ini menyusup ke masyarakat di mana mereka hidup seperti virus dan membahayakan mereka," kata Kementerian Dalam Negeri Turki, dikutip dari DailySabah, Ahad (30/8).

Baca Juga

Memerangi pola pikir seperti itu, menurut pernyataan kementerian itu, hanya mungkin dengan menyingkirkan politisi populis yang menyebarkan ideologi tersebut.  "Bahkan fakta bahwa partai politik arus utama tidak mencegah retorika rasis demi memperoleh suara, atau sebagian merangkulnya, menimbulkan ancaman serius," kata kementerian itu.

Pemerintah Turki akan terus melawan gerakan sayap kanan dan rasis yang terjadi. Langkah mendesak akan dilakukan kepada sekutu negara-negara Eropa untuk melakukan hal yang sama.

Kementerian Dalam Negeri pun mengingatkan bahwa tindakan seperti itu telah meningkat di negara-negara Skandinavia. Tuduhan ini merujuk pada tindakan serupa telah terjadi di negara yang sama pada November.

"Kami mengharapkan pihak berwenang Norwegia untuk mengambil semua tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mencegahnya terulang," ujar kementerian itu.

Menteri Kehakiman, Abdulhamit Gul, juga mengutuk insiden tersebut. Dia mengatakan bahwa Turki mengharapkan Eropa untuk mengambil tindakan terhadap Islamofobia dan akan mengikuti perkembangan dalam hal ini dengan hati-hati.

"Serangan terhadap Alquran sekarang telah menjadi pengunduran akal dan bukti kuat yang menunjukkan bahwa Islamofobia telah berkembang menjadi kebencian Muslim," kata Kepala Direktorat Urusan Agama Turki (Diyanet), profesor Ali Erbas.

Erbas menyoroti bahwa kelompok anti-Muslim di Eropa tidak dapat diterima untuk melakukan serangan terhadap Alquran. Dia mengharapkan Eropa untuk segera mengakhiri struktur yang memicu kebencian terhadap Muslim dan meminta pertanggungjawaban mereka atas kejahatan mereka dengan membawa mereka ke pengadilan.

Unjuk rasa anti-Muslim diadakan oleh kelompok Stop Islamization of Norway (SIAN) di dekat parlemen Norwegia pada Sabtu (29/8). Kekacauan terjadi  setelah seorang pengunjuk rasa mengangkat salinan Alquran dan merobek beberapa halaman. Polisi Norwegia pun bergegas turun tangan atas insiden tersebut.

Peristiwa serupa pun pernah terjadi pada 2019 saat Norwegia diguncang oleh serangan sayap kanan yang menargetkan komunitas Muslim. Ketika itu kelompok sayap kanan ingin membakar Alquran di daerah berpenduduk mayoritas Muslim di Kristiansand.

Sementara itu, sehari sebelum peristiwa perobekan Alquran di depan parlemen, pemimpin partai politik garis keras sayap kanan Denmark, Rasmus Paludan, membakar Alquran di Malmo, SweidaM. Kerusuhan meletus di kota itu, sedikitnya 300 orang berkumpul untuk memprotes kegiatan anti-Muslim.

Serangan teroris telah menargetkan Muslim dalam beberapa tahun terakhir di Christchurch, Jerman, Inggris, Prancis, Norwegia, dan Selandia Baru. Masjid telah menjadi sasaran di seluruh Eropa, mengakibatkan korban jiwa dan lusinan luka.

Beberapa pemerintah Eropa bekerja keras untuk melacak dan menahan kelompok ekstrimis sayap kanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement