Ahad 30 Aug 2020 22:09 WIB

Perang Yom Kippur Lawan Israel, Sadat Perdaya Suriah?

Dalam Perang Yom Kippur terungkap manuvar Anwar Sadat atas Suriah.

Rep: Selamet Ginting/ Red: Nashih Nashrullah
Dalam Perang Yom Kippur terungkap manuvar Anwar Sadat atas Suriah. Pasukan Israel dalam Perang Yom Kippur 1973
Dalam Perang Yom Kippur terungkap manuvar Anwar Sadat atas Suriah. Pasukan Israel dalam Perang Yom Kippur 1973

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Bekas Duta Besar Uni Soviet untuk Mesir Vladimir M Vinogradov memaparkan sebagian dari fakta sejarah yang berbeda soal perjuangan bangsa Suriah melawan tentara Israel dalam perang Yom Kippur 1973.  

Analisis rahasia Vinogradov sangat berbeda dengan versi resmi perang yang berlangsung selama 19 hari itu. Tulisan itu ditulis dalam sebuah artikel oleh penulis berdarah Yahudi, Israel Shamir, yang dimuat di situs independen Counterpunch dengan judul "What Really Happened in the Yom Kippur War?"

Baca Juga

Menurut tulisan itu, Presiden Mesir Anwar Sadat telah mengkhianati Suriah dalam Perang Yom Kippur 1973 demi memenuhi ambisi pribadinya. Dalam pengkhianatannya terhadap Suriah, Sadat bekerja sama dengan pemimpin Israel Golda Meir serta Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Henry Kissinger.

Menurut versi "resmi", Perang Yom Kippur yang dimulai 6 Oktober 1973 diawali dengan aksi serangan dadakan Mesir dan Suriah secara serempak terhadap Israel. Pasukan Mesir berhasil menerobos Sinai, wilayah Mesir yang diduduki Israel sejak Perang Enam Hari pada 1967.

Pasukan Mesir menerobos  sejauh beberapa mil dan pasukan Suriah pun mampu masuk ke Dataran Golan, wilayah Suriah yang direbut Israel pada 1967. Kedua serangan terpisah tapi terkoordinasi rapi itu menimbulkan kerugian besar bagi Israel, sekaligus menjadi momen pertama kalinya bangsa Arab berhasil mengalahkan Israel.

Namun kemudian, Israel melakukan serangan balik dan berhasil memukul mundur Suriah dari Golan dan mengancam balik Ibu Kota Damaskus. Disusul kemudian serangan balik Israel atas Mesir yang berhasil menerobos Mesir dan mengepung tentara Mesir. Perang akhirnya berakhir melalui gencatan senjata yang disponsori Amerika dengan posisi tidak ada pihak yang menang maupun kalah.

Menurut Vinograd, aksi serangan Mesir dan Suriah yang menjadi awal peperangan sama sekali bukan aksi dadakan. Aksi tersebut telah diketahui, bahkan dirancang bersama oleh Sadat, Golda Meir, dan Kissinger.  

Perencanaan bahkan mencakup penghancuran tentara Suriah dan pengepungan Tentara Ketiga Mesir. Satu tentara terdiri dari beberapa korps, satu korps terdiri dari beberapa divisi, dan satu divisi berkekuatan sekitar 10.000 personel militer. Satu Tentara berkekuatan sekitar 200-300 ribu personel.

Jalannya peperangan juga menimbulkan banyak pertanyaan. Misalnya saja, mengapa tentara Mesir berhenti melakukan serangan setelah menerobos Sinai dan membiarkan Tentara Ketiga terpencil sendirian tanpa penjagaan? Mengapa Mesir membiarkan divisi tank Ariel Sharon menerobos pertahanan Mesir dan mengepung Tentara Ketiga? Mengapa tidak ada pasukan cadangan Mesir di Tepi Barat Terusan Suez yang bisa mencegah pengepungan Tentara Ketiga?

Tentang hal ini, Vinogradov menulis: "Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab selama kita menganggap Sadat sebagai seorang patriot bagi bangsa Mesir. Pertanyaan-pertanyaan itu baru bisa dijawab seluruhnya jika kita mempertimbangkan adanya kolusi antara Sadat dengan pemimpin-pemimpin Israel dan Amerika yang masing-masing dari mereka mencoba meraih tujuan masing-masing.”

“Suatu konspirasi di mana masing-masing pemain tidak mengetahui sepenuhnya tujuan pemain lainnya. Suatu konspirasi di mana masing-masing pemain berusaha meraih hasil yang lebih besar dari kesepakatan semula," kata Vinogradov. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement