Ahad 30 Aug 2020 10:31 WIB

Gugat Siaran Internet, Dradjad: RCTI Tidak ‘Oke'

Konten televisi harus menarik dan mencerdaskan, bukan konten yang bikin bodoh.

Menonton televisi (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Menonton televisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Dewan Pakar PAN, Dradjad Wibowo, mengatakan, langkah RCTI dan iNews yang menggugat UU Penyiaran, membuat RCTI tidak oke. Seharusnya televisi memperkuat konten agar bisa bersaing dengan kreativitas para pembuat konten yang siaran melalui internet.

Dradjad mengatakan, dengan gugatannya tersebut, RCTI tidak oke. Karena apa yang dilakukan RCTI seperti menentang arus perkembangan teknologi informasi, pembuatan konten. “Di seluruh dunia ya ada dua, melalui jalur frekuensi penyiaran biasa dan internet,” kata Dradjad dalam pesan suaranya kepada Republika.co.id, Sabtu (30/8).

Langkah RCTI, menurut Dradjad, juga bisa merugikan anak muda kreatif untuk membuat siaran sendiri dengan konten yang kreatif. Menutup anak muda Indonesia kreatif. Sementara anak muda di negara lain, tetap bisa kreatif. “Ini tentu sangat merugikan anak muda kita yang kreatif,” ungkapnya.

Harus disadari bahwa untuk mendapatkan izin frekuensi membutuhkan prosedur yang panjang dan biaya yang tidak sedikit. "Ini yang mungkin membuat RCTI merasa lapangannya tidak sama. Satu sisi harus ada izin, di sisi lain orang lebih bebas. Tapi ini adalah keniscayaan sebuah kemajuan tehnologi,” papar politikus PAN ini.

Dalam kondisi sekarang hal yang menjadi kunci di sektor frekuensi tradisional, menurut Dradjad, adalah  melakukan adaptas. Lembaga-lembaga penyiaran tradisional di negara lain terbukti bisa bertahan. Malahan bisa lebih bagus. "Contohnya Channel 7, Channel 9 di Australia, kemudian di Amerika juga banyak yang bisa bertahan,” ungkap dia.

Kuncinya memang harus bisa beradaptasi. Dan dalam beradaptasi ini tentu harus membuat konten bagus dan menarik, yang membuat orang tidak mudah mendaoatkannya di jalur internet.

“Supaya RCTI tetap oke, maka justru bagaimana RCTI itu membuat konten, yang tidak didominasi konten yang tidak membuat orang pintar,” kata Dradjad.

Dijelaskannya, saat ini banyak didominasi oleh konten televisi yang membuat orang bodoh. Contohnya banyak sinetron-sinetron yang membuat orang bodoh, dengan dialog maupun cerita yang membuat orang bodoh. Juga acara-acara hiburan yang juga membuat orang tidak pintar.

“Harusnya televisi bisa membuat konten kreatif yang tidak hanya mengimpor dari luar. Indonesia bisa kok. Dulu ada sinetron ‘Losmen’ yang menarik,” kata Drajad.

Dradjad sepakat dengan argumentasi yang disampaikan Kominfo bahwa itu antara siaran frekuensi dan internet adalah jalur yang berbeda. Dan untuk konten di internet ada pengaturan lain. “Saya sepakat konten di internet juga harus diawasi supaya tidak merusak moral dan membuat bodoh bangsa ini. Cuma caranya bukan di UU Penyiaran, tetapi di tempat lain,” ungkap Dradjad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement