Jumat 28 Aug 2020 23:12 WIB

Ini Saran GT Indonesia Soal Pendanaan Korporasi Saat Pandemi

Optimisme ekonomi global disebut turun 16 poin pada semester pertama 2020.

Bisnis (iliustrasi).
Foto: Pexels
Bisnis (iliustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pandemi global COVID-19 telah berdampak negatif jauh lebih parah dari prediksi awal terhadap kondisi perekonomian di seluruh dunia. Hal ini tercermin pada laporan World Economic Outlook yang dikeluarkan oleh IMF pada bulan Juni lalu.

Diperkirakan pertumbuhan global akan mengalami minus 4,9% pada tahun 2020. Masih menurut laporan tersebut, negara-negara maju diprediksi akan mengalami pertumbuhan ekonomi minus 8% hingga akhir tahun ini.

Data Grant Thornton (GT) mengungkapkan,  optimisme ekonomi global menurun 16 poin pada semester pertama 2020. Menurut data mereka Indonesia sendiri mengalami penurunan optimisme sebesar 22 poin.

Namun, diyakini Indonesia masih memiliki prospek optimisme tinggi dan menduduki peringkat keenam secara global. Walaupun hanya 50% dari pasar bisnis menengah di Indonesia yang berekspektasi mengalami peningkatan pendapatan dan profitabilitas dalam 12 bulan ke depan.

Advisory Director Grant Thornton Indonesia Marvin E. Camangeg mengungkapkan, melihat proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang menghadapi kesulitan dalam memulihkan kembali perekonomian, perlu strategi yang tepat dalam menghadapinya. Kas menjadi ‘raja’ ketika pendapatan dan profitabilitas mencapai titik terendah. 

"Saat ini memang tingkat optimisme Indonesia lebih tinggi dibandingkan angka global dan Asia Pasifik dengan rata-rata sebesar 32-34%. Harapannya dengan banyaknya perusahaan yang terus membangun kapabilitasnya dan tergerak untuk go public menjadi salah satu penggerak pemulihan ekonomi di Indonesia," kata dia di Jakarta, Jumat (28/8).

Hal tersebut disampaikan pada webinar dengan tema 'Opsi Pendanaan Perusahaan untuk Melewati Masa Pandemi' bersama Bursa Efek Indonesia (BEI). Topik yang dibahas seputar bagaimana Grant Thornton (Gat) Indonesia bersama BEI melihat pentingnya manajemen keuangan/kas untuk menjaga likuiditas perusahaan selama masa pandemi Covid-19 ini. Itu karena dengan menjaga likuiditasnya, perusahaan mendapat keuntungan dalam memilih model pendanaannya di kemudian hari.

"Salah satunya adalah dengan menerbitkan obligasi atau dapat juga melalui go public yang dicanangkan oleh BEI," kata dia.

Pada webinar tersebut, Partner & Head of Assurance GT Indonesia Hanny Prasetyo juga memberi gambaran terhadap lima hal yang perlu dipikirkan dan dipersiapkan oleh perusahaan sebelum menerbitkan obligasi maupun go public.

"Pertama laporan keuangan, kedua transaksi yang kompleks, ketiga ketepatan waktu, keemlat strategi, rencana bisnis dan proyeksi, serta, terakhir, uji tuntas dan valuasi," papar dia.

GT Indonesia, kata dia, sebelumnya juga sudah mengeluarkan Business Resilience Wheel yang menyebutkan pentingnya komunikasi yang baik dengan para pemangku kepentingan (stakeholders). Ini merupakan salah satu strategi bertahan suatu perusahaan dengan memiliki opsi pendanaan atau investasi. Hal ini juga termasuk pertanyaan terhadap penilaian diri untuk memungkinkan perusahaan membangun kemampuan di sekitar perkiraan dan pemantauan kas. 

"Saham dan obligasi masih menjadi bentuk investasi favorit yang dilirik investor. BEI mencatat total perusahaan di Indonesia sebanyak 699 yang memiliki saham dan 121 yang memiliki obligasi," ujar dia.

Hannyetyo menyebutkan, setidaknya terdapat tiga keuntungan utama dalam menerbitkan obligasi dari sisi investor. Tiga keuntungan itu adalah mendapatkan pendapatan bunga secara rutin, mendapat keuntungan atas penjualan obligasi (capital gain), dan juga memiliki risiko yang lebih rendah jika dibandingkan dengan saham.

"Di sinilah peran BEI sebagai sarana mempertemukan antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang membutuhkan sarana investasi pada produk keuangan (saham, obligasi, DIRE dan lain-lain). Salah satu opsi pendanaan dapat dilakukan melalui pasar modal dengan melibatkan investor publik," ujar dia.

Direktur Penilaian Perusahaan PT BEI Gede Nyoman Yetna selaku  mengutarakan, sampai dengan 12 Agustus 2020 terdapat 35 perusahaan tercatat baru saham. 

Minat perusahaan dan institusi di Indonesia untuk semester kedua tahun 2020 masih tinggi. Hal ini tercermin dari jumlah pipeline yaitu sebanyak 14 perusahaan di pipeline dibanding tahun lalu pada periode sama sebanyak 12 perusahaan. 

Hal ini juga, kata dia, merupakan suatu bentuk kepercayaan dari para pemilik dan manajemen perusahaan yang menjadikan Bursa sebagai rumah pertumbuhan (house of growth) bagi perkembangan bisnis perusahaan mereka. 

"Go Public tidak hanya menjadi sumber pendanaan yang menjanjikan untuk mengembangkan Perusahaan, tapi juga mengangkat citra Perusahaan menjadi lebih profesional, transparan, dan akuntabel," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement