Kamis 27 Aug 2020 19:18 WIB

Soal Smelter Freeport, KESDM: Jangan Bilang Nggak Bisa Dulu!

Freeport meminta kepada pemerintah agar pengoperasian smelter mundur ke 2024.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Smelter (Ilustrasi)
Smelter (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM Ridwan Djamaludin memastikan tidak akan memberikan izin perpanjangan deadline pembangunan smelter Freeport. Ia menegaskan target pembangunan smelter tak hanya tertuang dalam UU Minerba saja tetapi sudah menjadi salah satu landasan kontrak perubahan IUPK.

Ridwan menjelaskan ada pandemi maupun tidak ada pandemi mestinya sebuah perusahaan apabila sudah terikat perjanjian semaksimal mungkin melaksanakan perjanjian tersebut dengan baik. Bukan di awal awal sudah mengirimkan sinyal tidak bisa.

Baca Juga

"Pokoknya jangan menyerah sebelum kita mati. Jadi kira-kira jangan bilang nggak bisa dulu. Kerjain aja semaksimal mungkin. Kalau sampai pada waktunya nggak bisa, mau gimana nanti. Tapi jangan sekarang bilang nggak bisa," ujar Ridwan saat ditemui di DPR, Kamis (27/8).

Ridwan juga menjelaskan DPR juga mendesak untuk PTFI lebih dulu semaksimal mungkin melakukan pembangunan. Karena pemurnian ini merupakan amanat konstitusi.

"DPR sudah mengatakan begitu, diperjanjian juga bilang begitu. UU dan perjanjian itu, IUPK itu kan bilang begitu. Jadi pemerintah tidak akan mengabulkan permintaan mereka," ujar Ridwan.

Sebelumnya PT Freeport Indonesia meminta kepada pemerintah agar pabrik smelter yang semula harus beroperasi pada 2023 mundur menjadi 2024. Wakil Direktur Utama PTFI, Jenpino Ngabdi menjelaskan hal ini dikarenakan kontraktor pembangunan smelter menyatakan tidak bisa membangun smelter apabila didesak pada 2023 mendatang.

Jenpino juga mengaku saat ini progress pembangunan smelter baru 5,86 persen. Padahal harusnya, memasuki semester kedua tahun ini target pembangunan smelter menginjak 10,5 persen.

"Hasil verifikasi progress smelter sampai Juli 2020 ini secara fisik 5,86 persen dari rencana 10,5 persen. Verifikasi ini dilakukan oleh Surveyor Indonesia. Dari yang sudah dilaksakana feaibility study, FEED, itu sudah selesai dan juga pemadatan lahan," ujar Jenpino di Komisi VII DPR RI, Kamis (27/8).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement