Kamis 27 Aug 2020 13:04 WIB

Pembangunan Rendah Karbon dan EBT Buat Ekonomi Berkelanjutan

Tantangan masyarakat global saat ini terkait lingkungan sangat besar.

Rep: Puti Almas/ Red: Budi Raharjo
Massa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Untuk Perubahan Iklim Jawa Barat melakukan Aksi Jeda Untuk Iklim di depan Bandung Indah Plaza, Kota Bandung, Jumat (20/9). (ilustrasi)
Foto: Abdan Syakura
Massa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Untuk Perubahan Iklim Jawa Barat melakukan Aksi Jeda Untuk Iklim di depan Bandung Indah Plaza, Kota Bandung, Jumat (20/9). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan rendah karbon menjadi kebijakan yang diambil untuk mengatasi perubahan iklim global, sekaligus rencana pembangunan berkelanjutan di banyak negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Langkah ini Tak hanya menjawab permasalahan lingkungan, namun juga mendorong percepatan ekonomi.

Dalam webinar International Perspectives To Build Back Better Towards A Low Carbon Resilient Future pada Rabu (26/8), disebutkan bahwa Indonesia telah menjadi inspirasi bagi banyak negara. Seperti dalam Rencana Pembangunan Jangka Menenagh Nasional (RPJMN) 2020-2024, inisiatif terkait pembangunan rendah karbon telah dimasukkan, sehingga ini menjadi salah satu rencana pembangunan ekonomi yang memasukkan kebijakan rendah karbon di dunia.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan upaya memasukan kebijakan rendah karbon dalam RPJMN dilakukan, di mana negara melakukan berbagai cara dalam mengatasi permasalahan terkait perubahan ikliim yang berdampak pada keberlangsungan hidup manusia. Saat ini, upaya dilakukan bersamaan dengan menghadapi pandemi Covid-19 yang dampaknya signifikan, sehingga diperlukan beberapa strategi penting.

Suharso mengatakan, meski Indonesia sudah melaksanakan langkah historis dalam memasukan upaya rendah karbon dalam RPJMN 2020-2024, namun pemerintah tetap harus memastikan bahwa kebijakan saat ini data diselaraskan dengan inisiatif tersebut. Ia menyebut strategi rendah karbon harus diselaraskan dalam stimulus karena penelitian menunjukkan dalam pembangunan, energi terbarukan (EBT) mampu menciptakan lapangan kerja yang sangat besar.

“Saat ini kami dalam proses untuk identifikasi stimulus tepat untuk melakukannya. Kami akan mengembangkan suatu paket stimulus yang komprehensif terkait pembangunan rendah karbon dan mengintegrasikannya ke dalam RPJMN 2020-2024,” ujar Suharso.

EBT menurut Suharso sangat penting untuk perkembangan dan kesejahteraan umat manusia di masa depan. Hal ini dikatakan dapat membantu dari sejumlah aspek, diantaranya meningkatkan lapangan kerja, mengurango kemisikinan, serta kemampuan menggunakan berbagai inovasi dan teknologi unik yang ciptakan ketahanan dan berbagai bidang lainnya.

“Tentu saja positifnya akan dirasakan di ranah ekonomi. Kami sadar semua hal ini harus dipertimbangkan untuk ciptakan masa depan yang lebih baik untuk semua ke depan,” jelas Suharso.

Sementara itu, politisi Inggris sekaligus menteri untuk negara pasifik dan lingkungan negara itu, Zac Goldsmith mengatakan kerja sama dengan Indonesia telah dilakukan dalam hal perubahan iklim dan  berbagai isu lingkungan selama puluhan tahun. Ia mengaku sangat senang untuk mengatasi berbagai permasalahan, mulai dari deforestasi, pengurangan lahan gambut, dan tak ketinggalan mendukung perkembangan energi terbarukan serta menciptakan lebih banyak investasi hijau.

“Pembangunan rendah karbon dapat menciptakan ekonomi berkelanjutan juga dampak ekonomi yang lebih signifikant, termasuk mengurangi kemiskinan ekstrem,” kata Goldsmith.

Goldsmith juga mengatakan Indonesia memiliki peluang untuk memberi solusi melalui hutan-hutan dan pengurangan karbon dari atmosfer melalui hutan bakau. Semua itu akan memberi sumber atau lapangan penghidupan bagi masyarakat secara luas.

Lebih lanjut Goldsmith mengatakan tantangan yang dihadapi masyarakat global saat ini terkait lingkungan sangat besar. Karena itu, ia menyerukan banyak negara untuk meningkatkan ambisi dalam mengurangi emisi karbon pada 2030, serta memastikan seluruhnya dijalankan secara selaras.

“Jika kita gagal melangkah hari ini, tentu akan berdampak signifikan dalam merusak generasi mendatang. Inilah saat tepat untuk memulai upaya-upaya kita,” jelas Goldsmith.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement