Kamis 27 Aug 2020 11:40 WIB

24 Perusahaan China Masuk Daftar Hitam AS

24 perusahaan China yang masuk dalam daftar hitam AS terkait Laut China Selatan

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Kapal induk USS Ronald Reagan (CVN 76) (R), kapal perusak rudal berpemandu kelas Arleigh Burke USS Mustin (DDG 89) (L) dan kapal penjelajah rudal berpemandu USS Antietam (CG 54) (2-L) berlayar di formasi selama latihan di Laut Cina Selatan, 06 Juli 2020. Pada 13 Juli 2020, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo secara resmi menolak sebagian besar klaim China atas Laut Cina Selatan.
Foto: EPA-EFE/MC3 Jason Tarleton
Kapal induk USS Ronald Reagan (CVN 76) (R), kapal perusak rudal berpemandu kelas Arleigh Burke USS Mustin (DDG 89) (L) dan kapal penjelajah rudal berpemandu USS Antietam (CG 54) (2-L) berlayar di formasi selama latihan di Laut Cina Selatan, 06 Juli 2020. Pada 13 Juli 2020, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo secara resmi menolak sebagian besar klaim China atas Laut Cina Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) memasukkan 24 perusahaan China ke dalam daftar hitam, dan menargetkan individu sebagai bagian dari tindakan militer Beijing di Laut China Selatan (LCS). Departemen Perdagangan AS mengatakan, 24 perusahaan tersebut memainkan peran dalam membantu militer China membangun pulau-pulau buatan di LCS.

Perusahaan yang masuk daftar hitam termasuk Guangzhou Haige Communications Group, beberapa perusahaan yang tampaknya terkait dengan China Communications Construction Co, serta Beijing Huanjia Telecommunication, Changzhou Guoguang Data Communications, China Electronics Technology Group Corp, dan China Shipbuilding Group. Secara terpisah, Departemen Luar Negeri AS memberlakukan pembatasan visa pada individu China yang bertanggung jawab atau terlibat dalam menghalangi akses negara-negara Asia Tenggara ke sumber daya lepas pantai.

Baca Juga

Departemen Luar Negeri tidak menyebutkan nama-nama yang terkena larangan visa. Tetapi seorang pejabat senior departemen mengatakan kepada wartawan, puluhan orang akan dikenakan pembatasan. Seorang pejabat senior Departemen Perdagangan mengatakan ekspor AS ke perusahaan China yang ditargetkan relatif kecil, yakni sekitar 5 juta dolar AS dalam lima tahun terakhir. Ini adalah langkah terbaru AS untuk menindak perusahaan yang mendukung kegiatan militer China, jelang pemilihan presiden pada November mendatang.

Amerika Serikat menuduh China melakukan militerisasi di LCS, dan mencoba mengintimidasi negara-negara Asia lainnya. Seorang pejabat pertahanan AS yang tidak mau menyebutkan namanya mengatakan, pada Rabu (26/8) Cina telah meluncurkan empat rudal balistik jarak menengah yang menghantam LCS antara Pulau Hainan dan Kepulauan Paracel. Surat kabar South China Morning Post yang berbasis di Hong Kong mengutip sumber yang dekat dengan militer China yang mengatakan, China telah meluncurkan dua rudal, termasuk "pembunuh kapal induk"ke LCS pada Rabu pagi.

Pada Selasa (25/8), Cina mengatakan, AS telah mengirim pesawat pengintai U-2 ke zona larangan terbang di atas zona latihan militer China. Pentagon mengatakan, penerbangan U-2 dilakukan di wilayah Indo-Pasifik sesuai dengan aturan dan regulasi internasional.

Kedutaan Besar China di Washington tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari pengumuman AS. Tetapi pada Juli lalu, Beijing mengatakan tidak takut terhadap sanksi apa pun yang mungkin diberlakukan oleh AS. Bahkan Beijing menuduh AS telah menimbulkan masalah dan mengacaukan kawasan LCS.

Pakar LCS di Pusat Kajian Strategis dan Internasional Washington, Greg Poling mengatakan, AS pertama kalinya menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Cina atas tindakannya di LCS. Namun, hal itu dapat menjadi langkah awal AS untuk meyakinkan mitra di Asia Tenggara bahwa mereka dapat bersikap tegas.

"Ini adalah pertama kalinya AS mengenakan segala jenis sanksi ekonomi terhadap entitas China atas perilaku di Laut China Selatan. Ini bisa menjadi awal untuk mencoba meyakinkan mitra Asia Tenggara bahwa kebijakan baru lebih dari sekadar retorika," ujar Poling.

China mengklaim hampir semua wilayah LCS yang berpotensi kaya energi. Di sisi lain Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga mengklaim bagian-bagian dari wilayah yang dilalui perdagangan dengan nilai sekitar 3 triliun dolar AS setiap tahun. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement