Rabu 26 Aug 2020 05:47 WIB

Menikahi Wanita Nasrani, Ini Pandangan Prof Quraish Shihab

Meniikahi wanita Nasrani merupakan bagian dan menikahi ahlul kitab.

Meniikahi wanita Nasrani merupakan bagian dan menikahi ahlul kitab. Menikah.   (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Meniikahi wanita Nasrani merupakan bagian dan menikahi ahlul kitab. Menikah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Asalamualaikum wr wb, Saya ingin menanyakan mengenai perkawinan antaragama. Kebetulan saya mempunya istri seorang Nasrani, kami melakukan perkawinan dengan tata cara Islam, yaitu melalui penghulu.

Apakah perkawinan saya sah menurut agama Islam? Hingga saat ini kami sudah berumah tangga lebih kurang 19 tahun dan anak kami semuanya Muslim. Mohon penjelasan Bapak, sebelumnya saya sampaikan terima kasih.

Baca Juga

Bambang Widodo 

Jawaban disampaikan pakar tafsir pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta, Prof Quraish Shihab, sebagaimana dikutip Harian Republika.

 

Sdr Bambang,

Perkawinan dengan wanita Ahl al-Kitab menurut mayoritas ulama dibenarkan, berdasarkan firman Allah dalam Alquran surat Al-Maidah [5:2], yaitu:

لْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ ۗ

"Pada hari ini dihalalkan bagi kamu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagi kamu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.”

Anda perhatikan bahwa syaratnya adalah wanita-wanita yang baik-baik. Memang sejak dahulu ada juga pendapat ulama yang mengharamkan perkawinan antara seorang pria Muslim dengan wanita Yahudi atau Nasrani, dengan alasan mereka juga musyrikah. Namun, pendapat ini tidak didukung banyak ulama dan praktik yang dilakukan oleh sebagian sahabat Nabi SAW. 

Namun demikian, perlu dicatat bahwa perkawinan hendaknya bukan saja didasari oleh persamaan agama dan pandangan hidup, tetapi juga budaya dan tigkat pendidikan. Itulah yang dapat melanggengkan perkawinan. Kini, sebagian ulama antara lain almarhum Mahmud Syaltut, mantan Pemimpin Tertingi Al-Azhar di Mesir, cenderung melarang perkawinan antara pemeluk agama Islam dengan wanita non Muslimah, setelah secara jelas dilarang perkawinan antara wanita Muslimah dengan pria non-Muslim.

Salah satu alasan beliau adalah kekhawatiran tercemarnya aqidah dan kepercayaan pria Muslim. Apalagi sebagian mereka tidak memiliki kemantapan iman dan pengetahuan agama yang memadai. Bahkan yang kuat imannya pun dari pasangan suami istri yang berebeda agama itu bisa mengalami kegoncangan rumah tangga, saat mendidik anak-anak mereka dalam keberagamaan. Tentulah mereka harus dididik dengan satu agama saja, karena mereka belum dapat memilih.

Di sini biasa timbul konflik, paling tidak kejiwaan, bagi bapak atau ibu. Bersyukur Anda dapat mendidik anak-anak Anda, sesuai dengan keyakinan dan ibunya "mengalah". Betapapun pernikahan Anda sah, selama telah memenuhi rukun dan syarat yang ditetapkan dan saya yakin bahwa itu telah menjadi perhatian penghulu ketika menikahkan Anda. Demikian Wa Allah A'lam.

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement