Selasa 25 Aug 2020 15:15 WIB

Mahasiswa UNS Inisiasi Pembuatan Mesin Produksi Garam

Para mahasiswa ingin membantu ekonomi para petani garam.

Rep: binti sholikah/ Red: Hiru Muhammad
Tiga mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo berinisiatif membantu percepatan produksi garam dengan menciptakan sebuah alat bernama Parabolic Salt Machine.
Foto: Humas UNS
Tiga mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo berinisiatif membantu percepatan produksi garam dengan menciptakan sebuah alat bernama Parabolic Salt Machine.

REPUBLIKA.CO.ID,SOLO–-Sejumlah mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo berinisiatif membantu percepatan produksi garam dengan menciptakan sebuah alat bernama Parabolic Salt Machine. Meski Indonesia merupakan negara maritim, tetapi sampai saat ini Indonesia masih mengimpor garam.

Ketiga mahasiswa UNS tersebut yakni, Dji Hanafit dan Muhammad Khoirul Huda dari Program Studi (Prodi) Pendidikan Teknik Mesin (PTM) serta Arini Nurfadilah dari Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS. Mereka mengembangkan alat tersebut di bawah bimbingan Nugroho Agung Pambudi selaku dosen PTM dan kepala Energy Society Laboratory (ESL) PTM.

Dji mengaku, awalnya dirinya bersama teman satu tim memiliki ketertarikan mengenai garam. Kemudian, Dji dan kawan-kawannya berhasil membuat karya tulis berjudul Parabolic Salt Machine Sebagai Inovasi Teknologi Penghasil Garam Dengan Metode Pengabutan Misty Fan Berbasis Solar Concentrator Dan Cakram. Karya tulis tersebut berhasil lolos pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 5 Tahun 2020 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).

"Alat yang sedang kami kembangkan akan diaplikasikan di Kabupaten Rembang, mengingat Kabupaten Rembang memiliki potensi penghasil garam terbesar di Indonesia," kata Dji seperti tertulis dalam siaran pers, Selasa (25/8).

Menurut Dji, potensi garam yang ada belum dapat dimanfaatkan secara optimal mengingat petani garam di Indonesia sebagian besar masih menggunakan cara tradisional. Sebelumnya sudah ada penelitian tentang teknologi untuk proses produksi garam, seperti penggunaan teknologi filter ullir, plastik geomembran, dan rumah prisma. Namun hal itu dinilai belum mampu mengatasi permasalahan produksi garam di Indonesia. Dari situ, Dji dan kawan-kawannya hendak membuat alat yang mempercepat produksi garam dengan kualitas yang baik.

Dji memaparkan, proses pembuatan alat tersebut terdiri dari proses filtrasi, kemudian melewati proses pemanasan air laut menggunakan solar concentrator. Kemudian, partikel air akan dipecah menjadi bagian yang kecil-kecil dan dibantu hembusan angin dari misty fan. Dari proses tersebut diharapkan air garam akan lebih cepat dalam proses pengkristalannya.

"Kami memperkirakan apabila Parabolic Salt Machine dapat terwujud, hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu sampai dua jam pembuatan garam di siang hari," ungkapnya.

Namun, Dji dan kawan-kawannya belum dapat meneliti lebih lanjut karena pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Dji menyebut, masih perlu penelitian lebih lanjut mengenai kandungan NaCl dari garam yang dihasilkan oleh alat tersebut.

Melalui penelitian tersebut, Dji dan kawan-kawannya ingin membantu perekonomian petani garam di Indonesia dengan alat yang sedang mereka kembangkan."Kami ingin membantu perekonomian petani garam karena harga garam itu naik turun dan kami ingin menghasilkan garam yang lebih banyak, lebih berkualitas dan bisa diekspor. Kualitas garam kita kalah dengan garam import, padahal kalau bisa dimaksimalkan kualitas garam kita lebih bagus," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement