Selasa 25 Aug 2020 06:05 WIB

Pelanggar Ganjil-Genap Hampir Capai 5.000 Kendaraan

Banyak masyarakat yang ditilang mengaku belum tahu penerapan ganjil-genap.

Rep: Eva Rianti/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya, Kombes Sambodo Purnomo Yogo.
Foto: Meiliza Laveda
Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya, Kombes Sambodo Purnomo Yogo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Pelanggaran terhadap sistem ganjil-genap (gage) terus bergulir sejak diberlakukan pada masa perpanjangan keempat perbatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. Hingga 21 Agustus 2020, tercatat hampir 5.000 kasus pelanggaran sistem ganjil-genap terjadi. 

“Gage sampai pekan kedua, 21 Agustus (2020) itu sudah di angka 4.894 pelanggaran,” ujar Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya, Kombes Sambodo Purnomo Yogo saat mendatangi Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (24/8).

Sambodo menerangkan, angka tersebut meliputi sanksi tilang manual sebanyak 2.466 kasus dan tilang elektronik sebanyak 2.428 kasus. Kedua jenis sanksi tersebut menurutnya seimbang, namun jumlah tilang elektronik justru dinilai naik, sementara tilang manual sebaliknya. “Saya pikir justru sekarang tilang elektronik yang makin naik, tilang manual yang menurun,” jelasnya.

Sambodo melanjutkan, pihaknya memaksimalkan penindakan sanksi tilang elektronik saat pemberlakuan sistem gage di tengah pandemi ini. Hal itu dilakukan untuk mencegah kontak langsung antara pelanggar dengan personel kepolisian di lokasi.

“Kami akan optimalkan tilang elektronik di masa pandemi. Dengan adanya tilang elektronik ini tentu mengurangi interaksi petugas dengan masyarakat dan juga mengurangi risiko terjadinya penularan,” terang Sambodo.

Selain itu, lanjut dia, pelaksanaan sidang tilang elektronik juga dilakukan guna menghindari kerumunan di kantor pengadilan. “Dari sisi pelaksanaan sidang tilangnya sendiri, dengan tilang elektronik ini jadi tidak membludak.”

Disinggung penyebab tingginya angka pelanggaran terhadap sistem ganjil-genap tersebut, Sambodo menjelaskan, salah satu alasannya adalah karena masyarakat belum mengerti sejumlah lokasi yang diberlakukan aturan plat nomor ganjil-genap. “Ini justru di wilayah-wilayah yang masyarakat belum tahu kalau itu menjadi kawasan gage,” ujar Sambodo.

Dia menuturkan, mayoritas pelanggaran terjadi di luar Jalan Jenderal Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat. Menurut dia, masyarakat sudah cukup tahu pemberlakuan ganjil-genap di kedua ruas jalan. Namun, ruas-ruas jalan lainnya, semisal Jalan Panjaitan dan Jalan Gunung Sahari belum banyak diketahui oleh masyarakat. “Tapi kalau Jalan Panjaitan, Jalan Gunung Sahari, masyarakat belum banyak yang tahu kalau itu kawasan gage,” terangnya.

Sambodo pun meminta masyarakat untuk mengingat kembali 25 ruas jalan yang diberlakukan ganjil-genap. Oleh karena itu, masyarakat kita minta lihat lagi Pergub Nomor 88 Tahun 2019 yang berlaku di 25 kawasan yang masuk dalam perluasan ganjil-genap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement