Senin 24 Aug 2020 18:36 WIB

Motif Penembakan Bos Pelayaran di Jakut karena Sakit Hati

Polda Metro Jaya mengatakan motif penembakan bos pelayaran di Jakut karena sakit hati

Rep: Flori sidebang/ Red: Bayu Hermawan
Ilustrasi Penembakan.
Foto: Pixabay
Ilustrasi Penembakan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Nana Sudjana mengatakan, otak pembunuhan bos pelayaran di Kelapa Gading, Jakarta Utara berinisial S (51 tahun) adalah pegawai perusahaannya, yakni NL (34). Motifnya adalah sakit hati lantaran tersangka NL kerap dimarahi oleh korban dan mendapatkan perkataan yang dianggap melecehkan dirinya. 

Selain itu, korban juga mengancam akan melaporkan tersangka NL ke polisi lantaran diduga menggelapkan uang pajak perusahaan. Oleh karena itu, timbullah niat untuk membunuh korban karena tersangka merasa takut. Untuk melancarkan niatnya itu, NL meminta bantuan suami sirinya berinisial R alias MM agar mencari pembunuh bayaran.

Baca Juga

Permintaan itu disampaikan tersangka NL kepada R sebanyak dua kali. Awalnya, pada 20 Maret 2020, NL mengungkapkan niatnya itu. Namun dihiraukan oleh tersangka MM. Kemudian, ia kembali meminta bantuan Mm pada tanggal 4 Agustus 2020 dengan alasan mendapatkan ancaman dan pelecehan dari korban. Tersangka NL pun mengaku telah menyiapkan uang senilai ratusan juta rupiah untuk menyewa pembunuh bayaran. Tersangka MM pun menyanggupi permintaan istrinya itu.

"Tersangka NL juga sudah menyiapkan dana Rp 200 juta untuk mencari empat pembunuh bayaran," kata Nana di Mapolda Metro Jaya, Senin (24/8).

Uang sebanyak Rp 100 juta kemudian ditransfer oleh tersangka NL dari rekening pribadinya kepada MM sebagai uang muka pada tanggal 4 Agustus 2020. Sedangkan uang sisanya diserahkan secara tunai dua hari kemudian. 

Nana mengungkapkan, tersangka NL, MM, SY, R, dan AJ pun berkumpul di sebuah hotel di wilayah Cibubur, Jakarta Timur untuk merencanakan pembunuhan tersebut. Awalnya, mereka berencana untuk mengajak korban bertemu pada tanggal 9 Agustus 2020, dengan berpura-pura menjadi petugas pajak. Nantinya, tersangka R akan membunuh korban saat berada di dalam mobil. 

Namun, rencana itu gagal. Sebab, saat itu korban menolak untuk bertemu para tersangka. Mereka pun kembali berkumpul di hotel untuk menyusun rencana berikutnya, yakni membunuh korban dengan cara ditembak menggunakan senjata api (senpi).

"Tapi mereka berpikir, siapa eksekutornya," ujar Nana.

Mereka kemudian menghubungi seseorang berinisial DM yang di berada di Bangka Belitung untuk berperan sebagai eksekutor atau yang menembak korban. DM diketahui merupakan murid dari orang tua tersangka NL.

"Istilahnya, orang tua NL disegani. Sehingga dengan alasan perjuangan, di mana NL mendapat ancaman (dari korban), DM menyetujui datang ke Jakarta (sebagai eksekutor)," ungkap Nana.

Namun, sambung Nana, karena DM merupakan warga sipil dan tidak memiliki keahlian dalam menembak, maka ia terlebih dahulu diajarkan menggunakan senjata api oleh tersangka AJ. Setelah dirasa siap para tersangka pun melancarkan aksinya.

"Dia (tersangka DM) ini belum pernah menembak sebelumnya, jadi diajarkan dulu teknisnya," ucapnya.

Pada tanggal 13 Agustus 2020, tersangka DM berangkat menuju kantor korban di Ruko Royal Gading Square, Kelapa Gading, Jakarta Utara dengan menggunakan sepeda motor yang dikendarai oleh tersangka S. Mereka tiba di lokasi kejadian sekitar pukul 08.30 WIB dan menunggu korban keluar dari kantornya. 

Lebih jauh Nana menjelaskan, sekitar pukul 12.45 WIB, korban keluar dari kantor dan sempat berpapasan dengan tersangka DM. "Setelah memastikan korban adalah target (pembunuhan), tersangka DM berbalik arah dan menembak sebanyak lima kali," ungkap dia.

Tembakan dari jarak dekat itu mengenai punggung dan kepala korban. Akibatnya, korban langsung meninggal dunia di lokasi kejadian. Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP dan atau Pasal 1 ayat 1 UU Darurat RI nomor 12 tahun 1951. Dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement