Senin 24 Aug 2020 13:56 WIB

Hingga 2030, Indonesia Butuh 9 Juta Talenta Digital

Kompetensi harus terintegrasi antara masalah teknis,hard skill dan soft skill

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Seorang warga mengisi data pribadi untuk pengajuan menjadi anggota koperasi simpan pinjam sejahtera bersama secara daring menggunakan gawai di Jakarta, Senin (13/7/2020). Kementerian Koperasi dan UKM terus berupaya mendorong koperasi di Indonesia untuk  go digital, sebab digitalisasi menjadi kunci sukses dalam pengembangan koperasi.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Seorang warga mengisi data pribadi untuk pengajuan menjadi anggota koperasi simpan pinjam sejahtera bersama secara daring menggunakan gawai di Jakarta, Senin (13/7/2020). Kementerian Koperasi dan UKM terus berupaya mendorong koperasi di Indonesia untuk go digital, sebab digitalisasi menjadi kunci sukses dalam pengembangan koperasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dr. Ismail, MT menyatakan, sejak 2015 Indonesia membutuhkan 600.000 talenta digital setiap tahunnya. Itu artinya, hingga 2030 Indonesia membutuhkan 9 juta talenta digital. 

“Itu penelitian World Bank tahun 2016. Betapa besar kebutuhan talenta digital di Indonesia,” ujar Ismail saat menjadi keynote speaker dalam Webinar Series #6: Arah dan Strategi Digital Transformation di Indonesia, belum lama ini. 

Ismail mengatakan, besarnya kebutuhan SDM ini membutuhkan peran perguruan tinggi seperti SBM ITB untuk membangun anak muda yang bisa memanfaatkan ruang digital ini. Yakni, dari awalnya start up hingga menjadi unicorn.  

Ismail menilai, kompetensi yang dibangun harus terintegrasi, antara kemampuan teknis, hard skill, dan soft skill. Misalnya, seorang ahli IT tidak cukup hanya menguasai IT. Tapi, harus mampu membahas masalah ekonomi, ahli statistik, dan tentunya memanfaatkan data. 

“Ini tantangan luar biasa. Bagaimana kampus membangun SDM berbasis kompetensi abilities, basic skills dan cross function skills, bukan hanya kompetensi jurusannya saja. Kita memang tidak bisa jadi superman tapi kita harus memiliki mindset digital,” paparnya.

SDM yang mumpuni ini, nantinya mampu mendorong UMKM lebih go digital. Karena, saat ini UMKM menopang 65 persen perekonomian nasional.

Bahkan, kata dia, UMKM inilah salah satu kekuatan yang bisa membuat Indonesia tidak masuk ke jurang resesi. Pada transformasi digital ini, setidaknya ada lima yang ditekankan Presiden Joko Widodo. 

Yakni pertama, kata dia, perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital. Kedua, roadmap transformasi digital di sektor strategis: pemerintahan, pelayanan publik, bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, perdagangan, industri, penyiaran. Ketiga, integrasi pusat data nasional. Keempat, menyiapkan kebutuhan talenta digital. Terakhir, penyiapan regulasi dan pendanaan terkait transformasi digital.

Menurut Kepala Badan Pengembangan SDM Industri Kementerian Perindustrian, Eko Suseno Agung Cahyanto, peningkatan kualitas SDM menjadi krusial dalam mengakselerasi implementasi ‘Making Indonesia 4.0’ melalui pusat inovasi digital dan pengembangan SDM industri 4.0. “Meningkatkan kualitas SDM menjadi 10 strategi prioritas nasional untuk Making indonesia 4.0,” katanya. 

Dalam webinar tersebut, CTO/CIO Telkom Group, Herlan Wijanarko membahas tentang penggunaan internet di Indonesia yang terus meningkat apalagi setelah ada pandemi Covid-19. 

Pengguna internet Juni 2020, kata Herlan, menempatkan Indonesia di posisi ketiga di Asia setelah Cina dan India dengan 171,2 juta pengguna. 

Menurutnya, melihat tingginya pengguna internet dan perubahan yang serba cepat, tidak ada pilihan lain selain mengadopsi perubahan ini. 

Untuk itu, kata dia, ada beberapa masukan untuk memulai transformasi digital yakni digital business models, karena cara mendapatkan uangnya berubah. Kemudian direct costumer, digital operating models, serta digital talent and skills. 

Wakil Dekan Bidang Akademik SBM ITB, Prof Dr Aurik Gustomo ST., MT mengatakan, era digital sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Pada tahun 2000an perbankan mulai re-enginering dengan digital banking.

“Kemudian terjadi hal luar biasa, kita dihadapkan dengan pandemi yang luar biasa. Ini jadi big momentum yang memaksa siapapun baik bisnis maupun prosesnya bergeser secara luar biasa ke arah digital,” paparnya. N Arie Lukihardianti

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement