Sabtu 22 Aug 2020 17:05 WIB

Pemerintah Libya Umumkan Gencatan Senjata

Pemerintah yang diakui memerintahkan militer untuk menghentikan semua operasi tempur

Rep: Fergi Nadira/ Red: Gita Amanda
Kendaraan terbakar di distrik bagian selatan Abu Salim, Tripoli, Libya, awal pekan ini. Pemerintah Libya mengumumkan gencatan senjata, Jumat (21/8) waktu setempat.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Kendaraan terbakar di distrik bagian selatan Abu Salim, Tripoli, Libya, awal pekan ini. Pemerintah Libya mengumumkan gencatan senjata, Jumat (21/8) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Pemerintah Libya mengumumkan gencatan senjata, Jumat (21/8) waktu setempat. Pemerintah yang diakui PBB itu juga memerintahkan militer untuk menghentikan semua operasi tempur.

Pemerintah Kesepakatan Nasional atau Government of National Accord (GNA) yang berkedudukan di Tripoli mengatakan, gencatan senjata mengharuskan wilayah Sirte dan al-Jufra untuk didemiliterisasi dengan pengaturan keamanan. "Pemerintah juga menyerukan pemilihan presiden dan parlemen," ujar GNA seperti dilansir laman Anadolu Agency, Sabtu.

Sementara ketua parlemen Libya yang pro-Khalifa Haftar, Aguila Saleh, meminta semua pihak untuk segera mematuhi gencatan senjata. Dia mengatakan, gencatan senjata akan menjadikan Sirte sebagai kursi sementara untuk dewan kepresidenan baru yang akan dikawal oleh polisi dari berbagai daerah di negara itu.

Tentara Libya menyambut baik langkah tersebut dan kembali ke proses politik yang meminta milisi Haftar untuk segera mundur dari Sirte dan al-Jufrah. Menteri Dalam Negeri Libya Fathi Bashagha mengatakan, kesepakatan yang dicapai dengan dukungan dan pengawasan negara sahabat dan persaudaraan merupakan prestasi nasional yang patut diapresiasi.

"Kami berharap bisa mengembangkan kerja sama dengan AS, Eropa, Turki, Mesir, Qatar dan PBB,” ujarnya. Bashagha mengatakan, Libya dapat mencapai masa depan yang sejahtera dengan semangat nasional yang akan membawa sekutu dan saudara dekat untuk bekerja sama di Libya.

PBB menyambut baik inisiatif gencatan senjata dan mengaktifkan proses politik. "Kedua inisiatif tersebut telah menciptakan harapan untuk menempa solusi politik damai untuk krisis Libya yang telah berlangsung lama, sebuah solusi yang akan menegaskan keinginan rakyat Libya untuk hidup dalam damai dan bermartabat," kata Stephanie Williams, kepala misi PBB, dalam sebuah pernyataan.

Dia juga mendesak implementasi cepat dari seruan kedua pemimpin untuk dimulainya kembali produksi dan ekspor minyak sesuai dengan arahan yang diuraikan dalam dua pernyataan. Sementara Mesir juga menyambut baik kesepakatan tersebut.

"Saya menyambut baik pernyataan yang dikeluarkan oleh Dewan Kepresidenan (pemerintah Libya yang diakui secara internasional) dan Dewan Perwakilan (berbasis di Tobruk) untuk gencatan senjata dan menghentikan operasi militer di semua tanah Libya," ujar Presiden Mesit Abdelfattah al-Sisi dalam akun resmi Facebooknya.

Dia menekankan bahwa langkah tersebut adalah langkah penting di jalan untuk mencapai penyelesaian politik, dan aspirasi rakyat Libya, untuk memulihkan stabilitas dan kemakmuran di Libya. Libya telah dilanda perang saudara sejak penggulingan almarhum penguasa Muammar Gaddafi pada tahun 2011.

GNA didirikan pada 2015 di bawah perjanjian yang dipimpin PBB, tetapi upaya penyelesaian politik jangka panjang gagal karena ofensif militer oleh pasukan yang setia kepada panglima perang Haftar. PBB mengakui pemerintah yang dipimpin oleh Perdana Menteri Fayez al-Sarraj sebagai otoritas sah negara itu, karena Tripoli telah memerangi milisi Haftar sejak April 2019 dalam konflik yang telah merenggut ribuan nyawa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement