REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Menteri Kesehatan Arab Saudi menyatakan, Saudi bekerja sama dengan Oxford di Inggris, dengan Rusia, AS, dan China untuk penelitian vaksin Covid-19. Tetapi dia menegaskan, vaksin tersebut tidak akan digunakan oleh masyarakat Saudi sampai benar-benar aman dan telah lulus tes Federasi Makanan dan Obat Saudi (SFDA).
Menteri Kesehatan Saudi, Tawfiq Al-Rabiah mengatakan, Pemerintah Saudi akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Ketersediaan vaksin menjadi salah satu prioritas.
"Tetapi keamanan vaksin dan prosedur yang digunakan juga sangat penting saat menyetujui setiap pengobatan," kata Al-Rabiah dilansir dari Arab News, Sabtu (22/8).
Menurutnya, setelah vaksin tersebut diuji oleh setiap negara dan telah disetujui oleh SFDA, barulah vaksin itu akan digunakan di Saudi. Sementara ini, layanan kesehatan Saudi masih cukup mampu menangani kasus Covid-19 dan segala tes terkait Covid-19 masih tersedia.
Saudi memiliki 21 pusat pengujian yang dapat diakses secara daring. Masyarakat dapat membuat janji melalui telepon sebelum datang menjalani tes.
Jumlah tes yang dilakukan dalam sehari bisa melebihi 70 ribu tes. Jumlah tes yang tinggi membantu mengungkap individu yang terinfeksi pada tahap awal dan membantu pencegahan.
"Meskipun jumlah kasus kami tinggi, jumlah kematian kami rendah dibandingkan dengan total kasus. Angka tersebut juga yang terendah di antara negara-negara G20," ujar Al-Rabiah.
Ia sangat berterima kasih kepada masyarakat Saudi yang telah patuh terhadap protokol kesehatan selama pandemi. Hal ini dapat terlihat dari cara masyarakat Saudi menggunakan masker dan berkomitmen lebih dari sebelumnya untuk menjaga keamanan.
"Sekolah juga masih ditutup dan keputusan kementerian untuk melanjutkan pembelajaran jarak jauh membantu menjaga stabilitas," kata dia.