Jumat 21 Aug 2020 08:28 WIB

Thailand Tangkap 8 Aktivis karena Gelar Unjuk Rasa

Thailand menangkap aktivis karena dianggap melanggar UU keamanan

Red: Nur Aini
 Seorang pengunjuk rasa anti-pemerintah berdiri di samping bendera nasional Thailand, ilustrasi
Seorang pengunjuk rasa anti-pemerintah berdiri di samping bendera nasional Thailand, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK - Kepolisian Thailand pada Kamis (20/8) mengumumkan mereka telah menangkap delapan aktivis lainnya, di antaranya dua penyanyi rap, karena menggelar dan terlibat unjuk rasa minggu lalu.

Aparat keamanan setempat mulai menangkapi para aktivis setelah massa menggelar demonstrasi lebih dari satu bulan untuk memprotes pemerintahan militer dan menuntut reformasi kekuasaan kerajaan. Delapan aktivis itu ditangkap pada Rabu (19/8) malam. Satu hari setelahnya, kepolisian menetapkan mereka tersangka karena melanggar undang-undang keamanan dalam negeri, mengingat mereka terlibat dalam aksi protes 18 Juli.

Baca Juga

Tidak hanya itu, kepolisian juga menuntut mereka melanggar aturan yang melarang warga berkumpul demi mencegah penularan Covid-19/

"Penangkapan para pemimpin aksi yang menggelar aktivitas demikian tengah diproses berdasarkan aturan undang-undang," kata Wakil Kepala Biro Kepolisian Metropolitan, Jirapat Phumjit.

Ia mengatakan pihaknya telah mengantongi surat penangkapan untuk empat aktivis yang terlibat unjuk rasa tersebut. Dari delapan aktivis yang ditangkap kepolisian, salah satunya adalah Dechatorn "Hockhacker" Bamrungmuang, 30, dari grup musik Rap Against Dictatorship/Rap untuk Lawan Diktator.

Bamrungmuang merupakan salah satu penyanyi rap yang populer di dunia maya sejak tahun lalu. Penyanyi rap lain yang ditangkap, Thanayut Na Ayutthaya, 19, juga dikenal dengan nama Elevenfinger. Walaupun demikian, delapan aktivis itu telah dibebaskan dengan jaminan, kata seorang pengacara.

Sejak pertengahan Juli, unjuk rasa digelar hampir tiap hari di Thailand. Massa menuntut menemui langsung Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan pemimpin junta, dan mendesak pemerintah mengubah konstitusi, serta menghentikan seluruh intimidasi terhadap kalangan oposisi.

Beberapa demonstran juga menuntut kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn dikurangi. Desakan itu lama jadi isu yang tabu dibicarakan di Thailand.

Prayuth menyangkal tudingan para pengunjuk rasa bahwa pemilihan umum tahun lalu dicurangi oleh tentara-tentara yang ada di pihak perdana menteri. Ia mengatakan dirinya siap berbicara dengan para pelajar, kelompok yang merintis aksi massa. Namun, ia berpendapat tuntutan mengurangi kekuasaan kerajaan sudah kelewatan.

Sebelumnya, kepolisian menangkap tiga aktivis, salah satunya Anon Nampa, seorang pengacara hak asasi manusia yang pertama kali secara terbuka menuntut reformasi kerajaan. Nampa ditangkap pada Rabu, untuk kedua kalinya pada bulan ini, karena keterlibatannya pada beberapa aksi protes. Ia telah dibebaskan dari tahanan dengan jaminan.

Kepolisian sejauh ini telah mengantongi enam surat penangkapan lainnya terhadap aktivis yang ikut unjuk rasa minggu lalu. Saat aksi massa, para pelajar menyerukan 10 tuntutan reformasi kerajaan. Rangkaian aksi massa di jalan-jalan Bangkok membuat investor ragu untuk menanamkan modalnya, mengingat aksi serupa sempat berujung bentrok sebelum akhirnya PM Prayuth mengambil alih kekuasaan lewat kudeta pada 2014.

Nilai mata uang Thailand, bath, turun pada tingkat terendah selama tiga minggu terakhir menjadi 31,44 per dolar AS, Kamis. Angka itu menandai penurunan harian terendah selama Agustus.

Sekelompok massa berkumpul di pengadilan di Bangkok untuk memberi dukungan kepada para aktivis yang menjalani sidang praperadilan dan penetapan besaran jaminan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement